Senin, 13 Juni 2011

Reaktualisasi Peran HMI


Oleh: Muhammad Dayyan

Tak dapat disangkal peran ummat Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia begitu besar. Perlawanan mengusir kaum penjajah dimotori para Ulama dan kaum santri (pelajar).Para Ulama dan Raja yang memegang teguh ajaran Islam tidak pernah berkompromi dengan penjajah meskipun harus meninggalkan kemewahan istana. Islam telah menjadi inspirasi dan ideologi perlawanan yang tangguh dalam melawan dan mengusir kaum penjajah di seluruh nusantara. Sampai akhirnya kemerdekaan Republik Indonesia dideklarasikan pada 17 Agustus 1945 dengan dukungan para ulama dan cendikiawan muslim. Jelas terlihat manakala posisi kemerdekaan yang masih rapuh umat Islam berada digaris depan perlawan mempertahankan kemerdekaan. 


Sayangnya diawal kemerdekaan Indonesia ummat Islam yang aktif membuat perlawanan bersenjata tidak mampu mengimbangi politisi dari kaum komunis dan nasionalis dipentas kekuasaan.  Konsekwensinya banyak kebijakan Indonesia sangat merugikan ummat Islam. Secara politik, pendidikan, ekonomi dan sosial ummat Islam semakin terpuruk. Kenderaan politik ummat Islam akhirnya dipangkas dengan dibubarkannya partai Masyumi oleh Sukarno. Ditengah  agresi militer belanda, kemelut politik antara ummat Islam, nasionalis dan komunis serta arah perjalanan bangsa Indonesia yang galau. Lafran Pane dengan beberapa mahasiswa Islam di Yogyakarta bangkit mendeklarasikan organisasi perlawanan yang diberi nama  Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal  5 Februari 1947.
Para mahasiswa yang megang teguh ajaran Islam terpanggil untuk menyikapi problebatika kebangsaan dan keummatan. Mereka merapatkan barisan dalam organisasi perlawanan untuk terlibat secara fisik mengahadapi agresi militer Belanda serta melawan gerakan komunis yang semakin brutal. HMI yang berbasis kaum pelajar juga memberi perlawan secara intelektual dengan aktif menekan ideologi komunis yang berbasis filsafat Karl Marx. Disinilah HMI mampu menegaskan komitmennya untuk santiasa menjaga martabat bangsa dan pembelaan terhadap ummat Islam. Komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Ini bermakna generasi Islam harus memegang teguh ajaran Islam dan mengamalkannya sebagai suatu sistim hidup dalam berbangsa dan bernegara. Generasi awal HMI telah memenuhi tugasnya sebagai intelektual muda Islam dengan baik dan dicatat dalam lembaran sejarah serta memori ummat.
Kini HMI telah berusia 64 tahun (5 Februari 1947 – 2011) harus menginstrospeksi untuk mengaktualkan kembali perannya guna berkontribusi bagi kemajuan ummat Islam. Disadari bersama bahwa peran HMI cenderung menurun dan hanya terbuai dalam euphoria masa keemasan dan kejayaan masa lalu. Jelas generasi HMI sekarang harus bangkit dari buaian kesuksesan alumninya. Jika hanya bangga dengan masa lalu jelas itu hanya merupakan penabur mimpi saja bila tidak disertai dengan upaya melestarikan spirit sejarah. Bukan pula melupakan sejarah. Tapi yang diperlukan adalah kemampuan  pemahaman terhadap esensi sejarah untuk memperkuat kader dalam mengemban misi ke-HMI-an. Mengangkat martabat ummat Islam dalam mengisi kemerdekaan untuk mecapai kemakmuran rakyat yang diridhai Allah SWT.
Kader HMI harus memeliki kesadaran sejarah. Sejarah secara utuh dan universal agar hadir kesadaran untuk mengisi setiap fase hidup dengan berkontribusi bagi kemajuan ummat dan bangsa. Memahami masa lalu itu untuk mengahadapi masa depan sebagaimana firman Allah “perhatikanlah sejarahmu untuk masa depanmu” yang mengandung  tiga dimensi waktu yang selalu berkaitan. Menoleh kemasa lalu akan menemukan ‘informasi pengalaman yang telah teruji’.

Oleh karena itu, dalam memperingati, mengenang, dan mengkaji peristiwa sejarah, hendaklah perhatian tertuju dan terfokus kepada hikmah dan spirit yang tersirat. Peran pencerahan yang diwariskan para pendahulu HMI sebagai pemikir Islam dan pejuang umat harus diteruskan sepanjang masa dan di mana saja. Setiap kader harus berperan aktif mewujudkan jejak kaum pencerah tersebut, yakni dengan mengusung spirit keIslaman yang kosmopolit. Yaitu semangat membangun peradaban Islam dalam semua aspek kehidupan yang maju, modern dan diridhai Allah.

Dalam spirit inilah, diharapkan akan lahir sebuah pemahaman baru yang kritis, progresif, dan visioner. Spirit tersebut dapat menjadi energi positif bagi HMI mempersiapkan generasi Islam yang mampu berkontribusi bagi perbaikan bangsa untuk mencapai negeri makmur yang diridhai Allah SWT. Saat ini kita harus menyadari dan menyikapi berbagai tantangan di tengah kehidupan ummat dan bangsa. HMI sejatinya tampil menjawab dan berkontribusi untuk merumuskan jawabannya.

Pertama, sistem politik yang cenderung bebas nilai telah memicu keretakan rasa persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan ummat Islam. Ini karena semangat berpartai yang eksesif dan mengarah pada lahirnya virus primordialisme atau sikap partisan. Sistim politik bebas nilai hanya melahirkan politisi dan pemimpin yang hanya memetingkan diri sendiri dengan terjadinya kasus korupsi di setiap lini pemerintahan baik eksekutif maupun legislative. Jika kecenderungan ini terus menguat, maka keterpurukan akan semakin menghimpit rakyat dan memperburuk citra bangsa dan ummat Islam.
Kedua, timbulnya sikap anti syari’at Islam atau pro yang cenderung eksklusif. Dalam konteks ini, HMI harus mengambil peran untuk mendorong kebijakan pelaksanaan Syari’at Islam menjadi instrumen yang efektif sehingga mampu memberi rasa keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Dan juga berjalannya sistim politik yang makruf serta melenyapkan kemungkaran dalam sistim pemerintahan dan sosial kemasyarakatan.

Ketiga, tumbuhnya sikap-sikap kedaerahan atau sukuisme seperti ide pembentukan propinsi baru yang cenderung hanya untuk kepentingan elit, seperti ALA dan ABAS. Ini bisa menjadi kendala tersendiri bagi terciptanya persatuan dan solidaritas sosial. Sikap-sikap seperti ini juga menimbulkan tumbuhnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam dan deviasi sosial lainnya.

HMI harus berperan lebih maksimal untuk mendorong kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada  rakyat miskin, dalam kitab perkaderan HMI disebut kaum  Mustadh'afin.
HMI
dengan kecirian Islam dan Intelektual sejatinya terus berkontribusi secara gagasan dan program yang berdampak bagi kemajuan ummat dan bangsa. Khusus di Aceh mampu memberi kontribusi gagasan dalam mencipta babak baru Aceh pasca MoU Helsinki. Tegasnya HMI sebagai organisasi mahasiswa Islam harus terus mempersiapkan generasi Islam yang memiliki kemampuan akademik dan kecerdasan politik untuk menjalankan tugasnya ditengah masyarakat dan pentas politik. Terutama memberikan jangkar nilai yang dapat dijadikan sandaran generasi muda Islam dalam penciptaan kreasi kebudayaan dan peradaban sehingga Aceh mampu menapaki jalan pencerahan di masa depan.
HMI mesti membangun citra organisi dengan memelihara, meningkatkan idealisme perjuangan pada setiap, diri anggota, kader, aktivis, dan pengurus HMI sehingga menjadi panutan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Kemudian membangun jaringan/mitra untuk ikut bertangungjawab atas terciptanya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Ingat esensi berdirinya HMI adalah sebagai kekuatan moral dan ini tidak boleh luntur atau hilang. Setiap bentuk aktualisasi kekuatan politik HMI harus tetap dalam kerangka moralitas dan idealisme itu. Maka parameter perjuangan HMI tetap pada etika, moralitas dan nilai-nilai kebenaran. Yakin Usaha “Insya Allah” Sampai. Wallahualam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar