Minggu, 12 Juni 2011

Pemilu Tanpa Panwaslu

Oleh: Muhammad Dayyan

Pemilu 2009 terasa sangat semarak yang dibumbui oleh sejumlah aksi tidak terpuji seperti intimidasi. Tidak heran libido politik para politisi untuk berkuasa bergejolak, sejumlah 1.368 caleg dari 43 partai yang berbasis local dan nasional akan memperebutkan 39 kursi DPR Aceh pada pemilu 2009 (Serambi 21/08/2008 hal.1) belum termasuk ribuan caleg akan bertarung memperebutkan kursi di sejemlah kabupaten/kota di Aceh. Seiring diumumkannya masa kampanye oleh KPU pusat pada hari Sabtu,12 Juli 2008 pukul 00.00 WIB disambut gegap gempita oleh peserta pemilu di seluruh tanah air dengan berbagai ekpresi. Mulai dari deklarasi pemimpin muda sampai iklan tokoh politisi disejumlah media yang bersuara lantang bicara soal rakyat.
Khusus di Aceh kita melihat disepanjang jalan utama nasional, propinsi sampai lorong-lorong dikampung penuh dengan bendera dan umbul-umbul organisasi politik peserta pemilu, baik parnas maupun parlok. Hal ini turut menarik media menyiarkannya bahwa atribut parpol hiasi jalan protokol (Serambi 13/08/2008 hal. 17). Bahkan mengalahkan bendera merah putih pada perayaan HUT RI ke 63. Di Lhoksukon Aceh Utara pihak muspika harus turun tangan menertibkan sejumlah bendera parpol yang dipasang melebihi tingginya dengan bendera merah putih pada HUT RI ke 63 (Serambi 16/08/2008 hal. 9).

Tidak hanya pasang-memasang bendera tapi juga aksi menurunkan, mencopot, membakar dan membuang bendera parpol/parlok tertentu, seperti di Banda Aceh atribut salah satu parlok dibuang ke sungai (Serambi 5/08/2008 hal. 2). Demikian juga di Aceh Tamiang sejumlah bendera parlok dan parnas di bakar dan dibuang ke sungai (Serambi 18/08/2008 hal. 17). Di Kabupaten Pidie sejumlah bendera parnas di bakar (Serambi 22/08/2008 hal. 21). Disabang sejumlah bendera parpol di copot (Serambi 23/08/2008 hal. 5).

Pergesekan tidak hanya sebatas persoalan bendera tapi juga intrik dengan jalan indimidasi turut mewarnai tahapan pemilu di Aceh. Seperti yang disinyalir oleh Bupati Aceh Utara Ilyas Hamid ada partai yang mulai indimidasi warga (Serambi 8/07/2008 hal. 13) dan juga dinyatakan oleh Danrem 011/LW Lhokseumawe banyak menerima informasi dari masyarakat tentang mulai terjadinya aksi intimidasi dari orang-orang yang mengaku dirinya dari sebuah partai lokal dengan melarang parpol lain membuka kantor diwilayahnya dan mencabut plang dan lambang bendera partai lain (Serambi 5/08/2008) .

Bahkan ada intimidasi melalui SMS dengan nada menjelekkan partai tertentu dengan menyebutnya sebagai komunis (Serambi 4/08/2008 hal.7). di Aceh Tamiang beberapa kader partai lokal mengeluhkan intimidasi oleh pihak tertentu, oleh Kapolres diminta untuk melapor ke Panwaslu (Serambi 16/08/2008, hal. 15). Intimidasi juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat kampung saya, jika tidak memilih partai tertentu, Aceh akan konflik lagi. Intimidasi menjelang pemilu mengingatkan kita pada pemilu masa orde baru. Pada masa rezim itu warga di intimidasi, jika tidak memilih partai tertentu, maka pembangunan tidak ada. Diancam dengan sanksi jaga malam, berenang dalam got dan lain sebagainya.

Sebagaimana kita ketahui pada masa orde baru partai politik dilarang melakukakan kegiatannya hingga sampai ke desa kecuali satu partai. Dan mentalitas orba tersebut masih mengendap dalam watak sebagian politisi hari ini. Menurut Prof. Budi Winarno dalam bukunya “ Sistim politik Indonesia Era Reformasi” pasca reformasi struktur politik kita telah banyak mengalami perubahan seiring demokratisasi, namun dilapangan budaya politik belum berubah. Perubahan struktur dan fungsi politik dapat kita lihat dari amandemen konstitusi dan undang-undang yang mendasarinya, namun budaya politik yang melingkupinya tetap sama, yakni budaya politik patrimonial, berorientasi kekuasaan, dan masih kuatnya semangat otoritarianisme. Akibatnya struktur politik demokratis tidak ditopang oleh mentalitas demokratis para aktor-aktor pendukungnya.

Aksi tidak terpuji menjelang pemilu menunjukkan partai politik belum berfungsi sebagaimana mestinya. Sebenarnya partai politik adalah ciri penting politik modern. Partai politik menjadi bagian tak terpisahkan dari sistim politik, baik Negara demokratis maupun yang otoriter sekalipun. Partai politik berfungsi untuk mengorganisir partisipasi politik. Miriam Budiharjo dalam bukunya “dasar-dasar ilmu politik” menjelaskan bahwa partai politik melaksanakan empat fungsi; pertama, sebagai sarana komunikasi politik seperti menyalurkan barbagai aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Maka partai politik harus responsif terhadap tuntutan masyarakat untuk kemudian disalurkan kepada sistim politik melalui agregasi dan artikulasi kepentingan.

Kedua, sarana sosialisasi politik. Dalam hal ini parpol dapat mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab terhadap kepentingan sendiri dan kepentingan nasional. Kenyataannya parpol telah menjadi kelompok terorganisir dengan cita-cita dan bertujuan meraih kekuasaan dengan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya yang sering menghalalkan segala cara.

Ketiga, parpol berfungsi sebagai sarana rekruitmen pemimpin politik yang mampu menopang kekuasaan yang  mereka raih. Keempat, parpol sebagai sarana pengatur konflik dengan menjembatani berbagai konflik kepentingan yang ada dalam masyarakat. Bukan sebaliknya sebagai pemicu konflik dengan cara intimidasi dan lain sebagainya.

Ditengah aksi kurang terpuji tersebut perangkat pemilu di Aceh belum lengkap. Kekurangannya panitia pengawas pemilu yang berfungsi sebagai wasit belum disahkan. Maka menjadi sangat riskan terhadap tahapan pemilu di Aceh yang terus berjalan tanpa panwaslu. Meskipun sudah dipilih dan diusulkan oleh DPR Aceh namun sangat disayangkan sampai saat ini (23/08/2008) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pusat masih enggan mengesahkan dan melantik anggota Pengawas Pemilu (Panwaslu) Aceh. Hal ini mengkhawatirkan bagi proses demokrasi di Aceh.

Ketiadaan panwas sempat muncul usulan dari akademisi yaitu dekan fakultas hukum Unsyiah Mawardi Ismail, SH, M.Hum meminta KIP  berperan menggantikan tugas Panwaslu untuk sementara waktu mengawasi pelaksanaan pemilu di Aceh yang sudah memasuki tahapan kampanye (Serambi 14/07/2008 hal.1). Tapi dengan tegas Ketua Pokja Kampanye KIP Aceh Zainal Abidin mengatakan KIP tidak berwenang mengawasi setiap pelanggaran dalam tahapan pemilu 2009 yang sudah memasuki tahapan kampanye, karena secara kelembagaan Panwas dan KIP mempunyai tugas dan kewenangan yang berbeda, aturan Pemilu tidak memberi kewenangan pengawasan kepada KIP (Serambi 15/07/2008 hal. 1).

Menurut Zulfikar Sawang Ketua Komisi A DPRK Banda Aceh jika hal ini terus berlarut dapat menyebabkan cacat demokrasi akibat tidak adanya Panwaslu di Aceh (Serambi 19/08/2008 hal. 5). Mengingat banyak munculnya sejumlah pelanggaran dalam kampanye seperti intimidasi, komplain teror dan sebagainya itu memang kewenangan panwaslu untuk menindak  lanjuti. Sampai hari ini sejumlah pelanggaran tersebut belum ada yang berani menegur atau memberi sanksi mengingat wasit pemilu belum ada.

Sejatinya Bawaslu tidak menambah masalah lagi di Aceh dengan menunda pelantikan Panwaslu Aceh. Dan segera melatik anggota Panwaslu Aceh sebagaimana usulan DPR Aceh. Sebab bagaimana mungkin melaksanakan pesta demokrasi dengan jujur dan adil jika sampai saat ini panwaslu belum di lantik? Menurut Anggota Komisi A Drs. H. Adriman Kimat tindakan Bawaslu menunda pelantikan panwas Aceh adalah tindakan mengeliminir hak-hak masyarakat untuk mengadukan pelanggaran tahapan pemilu (Serambi 23/07/2008) hal.7).

Seharusnya pihak Bawaslu pusat segera meng-SK-kan  dan melantik lima personil panwas hasil penjaringan Komisi A DPR Aceh sejak 6 Juni 2008 lalu. Mengingat pelaksanaan pemilu yang tinggal 8 bulan lagi pada yaitu tanggal 9 April 2009 yang tahapannya sudah masuk masa kampanye, pendaftaran caleg, dan penetapan daftar pemilih. Persoalan anggota panwaslu Aceh lebih banyak dari daerah lain itu sudah seharusnya mengingat jumlah parpol di Aceh lebih banyak dari pada di daerah lain. Sejatinya Gubernur dan DPRA perlu mem”follow-up” lebih serius agar panwaslu Aceh segera disahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar