Jumat, 03 Juni 2011

Membumikan Ekonomi Bersyariat

Oleh: Muhammad Dayyan

Praktik ekonomi masyarakat kita masih mengabaikan prinsip syariat. Sehingga terjebak dalam lingkaran riba. Misal, untuk mendapatkan modal usaha produktif maupun kredit konsumtif kita masih senang dengan bank yang memakai bunga. Kejahatan ekonomi juga masih sering kita jumpai, dalam bentuk penipuan harga, kualitas dan jumlah barang. Kejahatan lainya menciptakan kelangkaan barang kebutuhan pokok masyarakat sehingga mencekik kehidupan kaum miskin dengan melambungnya harga barang/jasa dan minimnya pendapatan. Itu jelas bertentangan dengan syariat (Islam).


Ekonomi sebagai prilaku/aktifitas manusia memenuhi kebutuhan hidupnya berupa jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, hutang-piutang dan lain-lain. Karenanya persoalan ekonomi menurut pandangan Islam, mendapat porsi khusus dalam fiqh yang dikenal muamalah, yaitu mengatur hubungan manusia dengan manusia untuk mengelola harta benda dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia guna mendapatkan kebahagian di akhirat. Muamalah merupakan sarana meraih sukses dunia untuk kebahagiaan akhirat.

Tujuan umum muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia. Hukum dasar muamalah menurut kaidah fiqih adalah boleh/mubah sampai ditemukan dalil yang melarang/mengharamkannya. Sedangkan dalam ibadah, semua diharamkan, selama tidak ada dalil yang menunjukkan kepada perintah untuk melakukan. Maka ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan. Pertama, aktifitas muamalah tidak boleh terlepas dari nilai-nilai Tauhid. Artinya apapun jenis bisnis/usaha yang dilakukan seorang muslim harus senantiasa dalam rangka mengabdi kepada Allah swt.

Bisnis menjadi bagian pengabdian sebagaimana firman-Nya; Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS:Az-Zariat ayat; 56). Hal lain ditegaskan dalam Alquran, surah Al-Qashash ayat; 27, Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu .

Kedua, seluruh tindakan muamalah selalu terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan yang harus dilakukan dengan mengedepankan akhlak yang terpuji sesuai dengan kedudukan manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Ketiga, senantiasa mempertimbangkan kemashlahatan masyarakat atas kepentingan pribadi. Keempat, menegakkan prinsip-prinsip kesamaan hak dan kewajiban di antara sesama manusia.

Kelima, Allah dan Rasul-Nya melarang (haram) seluruh yang kotor-kotor, baik berupa perbuatan, perkataan, seperti penipuan, manipulasi, eksploitasi manusia atas-manusia, penimbunan barang oleh para pedagang untuk mendapatkan keuntungan yang berganda yang dalam fiqh disebut ihtikar, berlaku curang dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan materi, seperti minuman keras, babi, dan jenis najis lainnya. Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk dan mengbuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka (Q.S.Al-A´raf; ayat 15).

Dalam Islam dilarang transaksi berbisnis jika; pertama, haram karena zatnya (haram li-dzatihi), tersebat objek (barang/jasa) yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, misal, minuman keras, bangkai, daging babi, barang-barang yang dilarang oleh Negara dan lain-lain.

Kedua, haram selain zatnya (haram li-ghairihi), jika transaksi itu melanggar prinsip saling ridha (an taradhin minkum). Hal ini dapat terjadi manakala salah satu pihak melakukan kecurangan/penipuan (tadlis) tentang jumlah (mengurangi timbangan/takaran), kualitas (menyembunyikan cacat barang), harga (memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga yang sebenarnya), dan waktu penyerahan (menjual buah di luar musimnya yang belum tentu dapat diserahkan buah yang dijanjikan pada saat panen atau konsultan yang berjanji untuk menyelesaikan proyek dalam waktu 2 bulan untuk memenangkan tender, padahal ia tahu proyek tersebut tidak dapat diselesaikan dalam batas waktu tersebut.

Haram secara zatnya juga dapat terjadi karena melanggar prinsip la tazlamu wala tuzhlamun (jangan menzalimi dan jangan dizalimi). Misal, jika salah satu pihak melakukan praktik ihtikar dengan cara mengupayakan kelangkaan barang baik dengan cara menimbun barang maupun menghambat pihak lain masuk pasar, agar ia menjadi pelaku tunggal di pasar (monopoli). Selanjutkan ia menjual dengan harga lebih tinggi setelah terjadi kelangkaan untuk mengambil keuntungan yang berlipat ganda.

Haram juga bila melakukan rekayasa pasar (bai najasy) dengan cara menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Yang ditempuh dengan berbagai cara, mulai dengan menyebarkan isu, melakukan pembelian pancingan, dan lain-lain. Haram karena zatnya juga karena melakukan transaksi gharar (tidak pasti jumlah, wujud dan harga), seperti membeli buah yang belum tampak di pohon, menjual anak sapi yang masih dalam kandungan induknya. Kemudian melakukan praktik riba baik riba fadl (jual beli barter barang sejenis yang tidak sama jenis atau kulitasnya) maupun riba nasiah (membungakan uang/pinjaman maupun memakan hasil dari boroh/jaminan utang).

Ketiga, usaha bisnis haram karena tidak sah/tidak lengkap unsur (rukun) dalam sebuah transaksi. Rukun adalah sesuatu yang wajib terpenuhi dalam suatu transaksi yaitu: Pelaku (penjual-pembeli, penyewa dan pemberi sewa pemberi upah dan penerima upah dll), objek (berupa barang atau jasa), dan sighat aqad (ijab qabul) untuk menunjukkan kesepakatan dan kerelaan kedua pihak yang bertransaksi. Aqad dapat menjadi batal manakala terdapat kesalahan/ kekeliruan objek, paksaan dan penipuan/tadlis.

Muamalah penting karena manusia tak mungkin sendiri-sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka perlu kerjasama. Salah satu hadis dari Ibnu Umar r.a, Rasulullah saw bersabda; Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan ummatku dalam kesesatan dan pertolongan Allah bersama JamaĆ¢?Tah (kerjasama/persaudaraan), siapa yang menyendiri ia menyendiri dalam neraka (HR. Turmidzi).

Kerjasama perlu agar orang kaya akan dapat memberikan kekayaan mereka pada saat menggunakan tenaga orang yang kurang mampu dari segi materi. Demikian juga kerjasama perdagangan akan diberkahi oleh Allah swt sepanjang manusia tidak saling mengkhianati. Firman Allah dalam hadis Qudsi, Aku adalah orang ketiga dari dua pihak yang bersyarikat, selagi salah seorang dari mereka berdua tidak mengkhianati kawannya. Tapi jika mereka berkhianat, Aku keluar dari mereka (HR. Abu daud).

Selama ini masyarakat sering terjebak riba. Sebut saja gadai atau peugala, biasanya sipemilik tanah atau barang menggadaikan miliknya dengan harga tertentu. Bila sipemilik ingin memiliki kembali hartanya dia harus menebus dengan jumlah harga yang sama pada waktu digadaikan. Di sini sudah terjadi riba, manakala hasil kebun (sebagai barang gadai) dari utang dimafaatkan oleh pihak yang memberi pinjaman kadangkala melebihi jumlah piutang, namun kebun belum dikembalikan karena belum ditebus.

Praktik riba lainnya, misal, ada pihak (warga miskin) meminjamkan modal dengan bunga yang tinggi mencapai 25 persen dari pokok utang. Praktik ini biasanya terjadi saat musim tanam bagi petani dan pada musim tabur benur petambak udang/ikan. Apa yang dikenal bunga bertingkat . Praktik ini membuat posisi peminjam ketergantungan. Meskipun sekarang sdah ada lembaga keuangan Islam (bank Muamalah, BPRS, Baitul Qirad, Ansuransi Islam), namun masih sangat terbatas. Apalagi masih ada anggapan awam bahwa lembaga perbankan Islam tidak ada bedanya dengan lembaga keuangan konvensional.

Di beberapa daerah seperti Aceh Utara dan Aceh Timur ada sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang membantu menyalurkan bantuan berupa modal usaha dengan sistim bergulir dan memakai sistim syariah.
Seperti YICM di Seunuddon dan SHEEP di Julok Aceh Timur. Kendalanya sebagian masyarakat beranggapan bantuan tersebut merupakan hibah atau sedekah sehingga sulit digulirkan (macet) meskipun tanpa bunga. Agaknya ini yang perlu disosialisasikan kepada umat Islam agar kembali dan membumikan ekonomi sistem syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar