Senin, 13 Juni 2011

Gerakan Pemilih Cerdas

Oleh Muhammad Dayyan

PEMILIH Cerdas menjadi penyadaran, terutama bagi pemilih pemula untuk menggunakan potensi akalnya secara sadar memutuskan suatu pilihan. Ini dapat menekan kegamangan caleg mana yang pantas dipilih dari sekian ribu yang foto mereka bertebaran di seluruh penjuru mataangin Aceh, baik tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga caleg tingkat pusat.Gerakan yang digagas PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu menjadi penting untuk memperkuat kualitas pemilu 2009, sehingga rakyat tidak seperti membeli “kucing dalam karung”. Di sinilah perlu kecerdasan, terutama pemilih pemula di tengah isu kampanye,dengan menabur kata yang selangit namun tak konkrit. Atau tampang-tampang yang memukau di baliho, namun belum tentu sesuai yang aslinya.


Apa yang disaksikan makin membingunkan. Rakyat dihadapkan pada gumpalan-gumpalan politik demagogis, bahkan politik penghasutan lewat kata-kata efeunisme yang membangkitkan emosi. Keadaan itu karena politik kita dipahami sebagai usaha mengendus dan mengintai kekuasaan --semata untuk diri dan kekuasaan itu sendiri, sehingga politik dijalankan dengan kendali sirkulasi uang dan materialisme. Karenanya, dibutuhkan gerakan cerdas untuk perawatan politik pedagogis.

Gerakan pemilih cerdas menjadi pengajaran bagi rakyat agar merdeka dalam berpikir, merdeka memutuskan pilihan. Tanpa intimidasi, hasutan, tipuan, dan rayuan yang penuh birahi kekuasaan. Masyarakat perlu terus diingatkan jangan sampai terjebak dengan rayuan-rayuan iklan para pemburu kekuasaan dipinggi-pinggir jalan.

Gerakan pemilih cerdas juga sangat penting untuk menekan angka golongan putih (golput). Sebagaimana diketahui, berdasarkan pengalaman sejumlah pilkada, jumlah golput diperkirakan sekitar 40-45 persen. Begitu juga hasil survei sejumlah lembaga penelitian. Bahkan hasil polling Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan ada sekitar 80 persen suara swing voter. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35 persen lebih berpotensi golput.

Gerakan cerdas ini harus dapat memberikan perspektif yang rasional bagi pemilih dalam pemilu. Artinya, pemilih harus mengetahui track record caleg, partai dan lainnya sebelum memutuskan untuk memilih. Pemilih juga harus menghukum wakilnya yang telah gagal memegang kepercayaan, dengan tidak lagi memilihnya, bukan berarti harus golput. Golput bukan solusi sebab hanya akan memberi peluang bagi politisi busuk (demagog politik).

Menggunakan hak untuk memilih jauh lebih mashlahah untuk mendorong tercipta parlemen dan pemerintahan yang kuat dan memiliki legitimasi kuat. Dimaklumi golput adalah hak untuk tidak memilih yang biasanya muncul dari kalangan pemilih terpelajar yang merasa apatis terhadap parpol atau calon yang diusung parpol. Di sinilah diperlukan kecerdasan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya agar menutup peluang kesalahan dalam menentukan juru selamat. “Ibarat mau mencari juru selamat, malah yang dipilih adalah pencuri”.

Golput bukanlah pilihan cerdas. Selain bertentangan nilai-nilai kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai patriotisme dan negarawan, juga membuka peluang terpilihnya politisi busuk masuk dalam lingkaran kekuasaan. Jadi, masyarakat mesti menjadi pemilih cerdas dengan memilih caleg yang memiliki kompetensi, bukan karena diiming-iming materi yang dijanjikan oleh caleg.

Pemilih cerdas agar tak menjadi korban politisi culas. Sebab dipastikan, dari sistem rekruitmen caleg beberapa waktu lalu ibarat membuka lowongan kerja. Dengan jumlah parpol yang sangat banyak telah menyebabkan banyak caleg asal comot tanpa menentukan standar khusus. Maka tak heran pula ada istilah caleg impor yang kualitasnya dipertanyakan juga caleg asal comot. Inilah kemudian melahirkan fenomena demagog-demagog politik yang siap membayar atau menyewa parpol untuk ambisi pribadinya.

Jika kita telaah, sulit rasanya menemukan politisi yang benar-benar memperjuangkan nasib masyarakat di zaman yang hedonis saat ini. Maka peilih cerdas tidak akan terjebak popularitas. Kecuali itu pemilih harus proaktif mencari tahu profil caleg-caleg yang akan dipilihnya. Pantas atau tidakkah mereka menjadi wakil rakyat?

Jebakan rakyat dengan materi, merupakan kesalahan fatal yang terjadi pada Pemilu 2004. Apa rakyat akan mengulanginya? Saatnya masyarakat bangkit dan melek politik untuk menolak orang-orang yang tidak paham dengan permasalahan bangsa dan masyarakatnya. Di antaranya, tidak memilih politisi busuk pada pemilu 2009 ini. Pilihlah politisi, seperti dikatakan Awaludin Marwan (2008), politisi yang memiliki otoritas dan legitimasi moral, bukan hanya kekuasaan dan pertarungan kekuatan. Politisi yang memiliki sifat kenegarawan, yaitu mereka yang selalu memberikan apa yang dimilikinya tetapi tidak pernah meminta keuntungan dari apa yang telah diberikannya.

Jadi, gerakan pilih cerdas yang dikampanyekan HMI, sangat tepat sebagai perlawanan terhadap tindakan golput dan menghambat politisi busuk. Ini perlu juga memperkuat sosialisasi metode pemberian suara yang masih sangat terbatas informasinya di tengah masyarakat. apalagi ada perubahan cara memilih dalam pemilu 2009 ini yang tidak semua pemilih memahami. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu menyebutkan bahwa metode pemberian, pertama, pemberian suara untuk Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan dengan memberikan tanda satu kali pada surat suara. Kedua, memberikan tanda satu kali berdasarkan prinsip memudahkan pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan efisien dalam penyelenggaraan Pemilu. Ketiga, ketentuan lebih lanjut tentang tata cara memberikan tanda diatur dengan peraturan KPU. Berdasarkan peraturan KPU No. 35 Tahun 2005, bahwa metode pemberian suara dengan tanda centang satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor calon, atau kolom nama calon.

Kita berharap para pemilih menggunakan hak pilihnya dengan memilih caleg dan partai politik yang berpihak kepada rakyat. Dan gerakan ini tidak hanya di kota-kota namun bisa menyentuh langsung ke kampung-kampung, sekolah-sekolah sehingga akan memberi penyadaran politik untuk menghindari doktrin-doktrin yang ekstrim dari para poitisi.

Gerakan pemilih cerdas diharapkan dapat menutup lemahnya fungsi dan peran partai politik dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, demokrasi yang baik diukur dari tingkat partisipasi rakyat. Kesadaran yang baik adalah kesadaran tanpa iming-iming sesaat seperti uang (politik uang), pesimis, tidak memandang pemilu sebagai hal yang positif, terlebih lagi para caleg yang ikut memperbodoh rakyat pemilihnya.

Opini Serambi Indonesia
Tue, Mar 17th 2009, 14:21
http://m.serambinews.com/news/view/393/gerakan-pemilih-cerdas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar