Selasa, 07 Juni 2011

Krisis Ekonomi Global

Oleh: Muhammad Dayyan

EKONOMI global sedang diterpa badai krisis. Episentrumnya di New York, Amerika Serikat (AS). Getarannya dirasakan seluruh jagat. Para ekonom pun panik termasuk di Aceh. Said Musnadi, pakar manajemen keuangan Unsyiah mengingatkan Pemerintah Aceh, efek krisis global itu bisa berdampak sangat buruk bagi pelaksanaan proyek fisik APBA 2008 (Serambi 13/10/2008).
Krisis global akan mengakibatkan harga barang dan suku bunga pinjaman di bank naik 3-5 persen sehingga menjadi beban nagi pengusaha yang mengantungkan pembiayaan pelaksanaan proyeknya melalui pinjaman bank.

Harian ini (Sabtu, 18/10/2008) memberitakan “krisis global ancam Aceh”. Menurut para pakar, akan berdampak anjloknya harga komuditas, penyusutan nilai ekpor, inflasi yang tinggi, bahkan penyusutan alokasi anggaran dari pemerintah pusat.
Di AS sendiri, goncangan ekonomi global yang meruntuhkan sejumlah institusi keuangan negara itu. Macetnya sub-prime mortgage (kegagalan para debitur membayar utang). Eksekutif korporasi finansial menyalurkan kredit dengan keinginan mendapatkan bonus besar. Tidak peduli si debitur layak mendapatkan kredit atau tidak Dengan iming-iming bonus besar, mereka bertindak serakah. Demi mendapatkan keuntungan besar, mereka melakukan aktivitas yang tidak wajar dan tidak beretika (Republika 13/10/2008).
Prilaku bisnis yang menghalalkan segala cara dan tidak peduli aturan bahkan etika bisnis merupakan fenomena yang terjadi dalam era pasar bebas. Pemain yang menguasai pasar bisa melakukan berbagai tindakan untuk mengendalikan pasar. Itulah sumber goncangan.
Pertengahan September 2008 lalu, Lehman Brothers, sebuah institusi Investment Banking ternama dunia bangkrut dan meninggalkan 26 ribu karyawannya tercerai-berai di seluruh dunia. Goncangan krisis ini kemudian bergetar ke mana-mana yang membuat panik banyak bursa keuangan dunia.
Sejumlah media memberitakan Indeks keuangan Dow Jones di Wall Street AS, dan FTSE di London terjun bebas. Indeks Nikkei di Tokyo, Micex di Moskow, dan banyak negara lain juga mengalami penurunan yang tajam. Nama-nama besar keuangan dunia, seperti Merrill Lynch, Morgan Stanley, Goldman Sachs, HSBC, satu demi satu mengumumkan besar kerugiannya. Pendeknya, institusi keuangan raksasa dunia mengalami goncangan luar biasa.
International Monetary Fund (IMF) memprediksikan bahwa keuangan dunia akan memasuki masa yang sulit. Diperkirakan beberapa negara akan mengalami penurunan pertumbuhan, bahkan resesi. AS, misalnya, diperkirakan ekonominya hanya akan tumbuh sebesar 0,1 persen tahun depan, Jerman nol persen, Inggris dan Italia akan mengalami pertumbuhan negative (Republika 15/10/2008).

Sifat buruk manusia
Dari kenyataan itu, akar utama krisis keuangan di AS karena sifat buruk manusia terhadap harta––tamak, rakus, dan menghalalkan segala cara.
Hanya meraih keuntungan tanpa peduli kerugian pihak lain. Itulah tatanan dunia liberal. Dan globalisasi telah membuat peran negara makin mengecil. Multinational companies makin mendominasi dunia yang dikendalikan beberapa gelintir. Itulah neo-qarunisme yang pernah berkuasa pada zaman Nabi Musa, lalu diabadikan dalam Alquran.
Sejarah telah mengajarkan kepada kita bahwa segala sesuatu yang dibangun berdasarkan keserakahan, perlahan tapi pasti akan hancur. Termasuk sistem ekonomi kapitalis global yang dibangun di atas prinsip riba/bunga, maysir (judi), dan gharar (penipuan). Alquran (Albaqarah; 275), menggambarkan bahwa mereka yang memakai sistim ekonomi ribawi tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila.
Sistim keuangan ribawi atau bunga cenderung mendorong manusia untuk serakah dalam menguasai kekayaan dengan segala macam cara tanpa memedulikan moralitas dan etika, termasuk mendapatkan harta di atas penderitaan pihak lain. Menurut Capra (2000; 161), bunga yang tinggi telah menghukum pengusaha dan penghambat investasi, menurunnya produktifitas, sempitnya kesempatan kerja. Sebaliknya bunga yang rendah menghukum para penabung dan telah menjadi sumber yang pasti terhadap penindasan bagi penabung dan jutaan deposan kecil, dan melebarkan kesenjangan pendapatan. Bunga yang rendah juga menimbulkan ketidakmerataan pendapatan, merangsang pinjaman konsumtif yang berimplikasi pada laju inflasi, mendorong investasi yang tidak produktif, spekulasi.
Jadi suku bunga yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah hanyalah outopia para teoritikus. Maka kapilisme global merupakan neo-qarunisme yaitu sistim Ekonomi qarun yang dikisahkan Alquran yang menggambarkan perilaku ekonomi yang hanya didasarkan pada keserakahan untuk menguasai aset dan kekayaan tanpa memedulikan prinsip moralitas dan keadilan akan berujung pada kehancuran.
Allah swt, mengisahkan anak paman Nabi Musa yang bernama Qarun, yang selalu menumpuk-numpuk harta kekayaannya. Karena kayanya sampai-sampai kunci untuk membuka gudang kekayaannya harus dipikul oleh sejumlah orang yang memiliki kekuatan fisik yang luar biasa (Q.S, Alqashas:78).
Paradigma ekonomi qarunisme ini kemudian menjauhkannya dari ajaran agama karena ekonomi dianggap tidak berkorelasi dengan agama. Inilah yang diajarkan oleh pakar ekonomi sekarang dan dipraktekkan para pelaku bisnis.
Lihatlah akibat kesombongan Qarun, maka Allah swt menghancurkannya bersama hartanya ke dalam perut bumi (Q.S Alqashas ayat 81). Mungkin ini pula yang sedang terjadi dengan ekonomi global.
Dari kisah Qarun dan krisis ekonomi global sejatinya menjadi ibrah (lesson learn) yang mengajarkan kepada kita, bahwa sehebat apa pun kemajuan ekonomi yang didapat oleh sebuah bangsa meskipun telah mengagumkan kita, ia pasti akan hancur jika bertentangan dengan aturan-Nya. Masihkah kita enggan untuk mempelajari dan mempraktekkan sistem ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat-Nya. Harus disadari bahwa ekonomi syariah bukan hanya untuk golongan umat Islam, melainkan untuk seluruh umat manusia. Meskipun bukan hal mudah, tetapi bukan pula tidak mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar