Sabtu, 04 Juni 2011

Dinar Aceh

Prof.Dr.Umar Ibrahim Vadillo

"Artikel Ini di lengkapi dengan diskusi menarik di Facebook dengan penulisnya  "Prof Shabri Menjawab Keraguan  " dibawah ini."
Oleh DR. M. Shabri H. Abd. Majid, M.Ec

DILAHIRKAN pada 1964 di Italia dan memeluk Islam ketika di bangku Kuliah di University of Madrid, Professor Dr. Umar Ibrahim Vadillo dikenal sebagai “Pejuang Dinar”. Sejak dua dekade yang lalu, beliau sangat gencar mempromosikan Dinar (mata uang emas) dan Dirham (mata uang perak) untuk kembali digunakan sebagai mata uang Islam.  Hal ini dituangkan dalam beberapa buku yang ditulisnya, seperti “The Fatwa on Paper Money”, “The Return of the Gold Dinar” and “The Esoteric Deviation in Islam”, yang dipublikasikan oleh Madinah Press.


Gagasan untuk kembali menggunakan Dinar dan Dirham (untuk seterusnya disingkat dengan D&D) telah mendapat respons positif pemimpin dunia Islam. Mantan Perdana Menteri Turki, Dr. Necmettin Erbakan, Raja Hassan II, Moroko dan Mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Dr. Mahathir Mohamad memberi dukungan penuh agar umat Islam menggunakan D&D.

Malah ketika Dr. Erbakan dan Raja Hassan memerintah Turki dan Moroko, mereka telah menggunakan D&D sebagai mata uang resmi negara. Dr. Mahathir pun tidak mau ketinggalan. Beliau telah mengajak partner bisnisnya, Iran untuk menggunakan D&D dalam transaksi bilateralnya. Luarbiasanya, kini ada dua Negeri Bagian (red:setingkat Provinsi) di Malaysia yang telah resmi menggunakan D&D, yaitu Negeri Kelantan dan Perak.

Gagasan untuk kembali ke D&D juga turut berembus ke Indonesia. Professor Umar Vadillo pun telah beberapa kali bersilaturrahmi ke Jakarta untuk mempromosikan D&D. Walaupun mendapat respons positif dari pemerintah Indonesia, namun tindakan nyata untuk menggunakan D&D di Indonesia belum nampak. Sejauhmana pula dukungan pemerintahan Aceh untuk kembali ke D&D, sebagai salah satu upaya untuk melaksanakan syariat Islam secara kaffah? Langkah kebijakan apa saja yang harus dilakukan untuk kembali menggunakan D&D? Apakah pengalaman Negeri Kelantan dan Perak di Malaysia dalam menggunakan D&D dapat kita jadikan referensi?

 Mengapa Harus Dinar?
Belum pulih ingatan kita dari dampak negatif krisis moneter yang melanda Asia 1997, krisis global 2008 yang bersumber di negara Amerika Serikat (AS) kembali menghantui dunia. Efek domino krisis ekonomi turut menghantam ekonomi Indonesia. Krisis valuta asing (Valas) dan perang mata uang pun tidak bisa dielakkan. Untuk menghindari terjadinya krisis silih berganti, para ekonom Muslim memperjuangkan D&D untuk dijadikan mata uang. D&D dapat digunakan sebagai media pertukaran, alat untuk menetapkan harga berbasis emas, menawarkan nilai tukar yang stabil, hingga mampu menciptakan kestabilan harga. Realita ini persis seperti diakui Alan Greenspan (2001), dalam bukunya “Gold and Economic Freedom” sebagai berikut: ‘’...tanpa kehadiran uang standar emas, tidak ada cara untuk memproteksi penyusutan tabungan akibat inflasi”.

Superioritas D&D dibandingkan dengan mata uang kertas dan logam (fiat money) yang kita pakai sekarang, tidak saja diakui para ekonom Islam, malah turut disaluti “Ekonom Kaplat”. Dinar yang di-back up 100% oleh emas (memiliki 100% nilai intrinsik) jelas harganya lebih stabil dibandingkan dengan Euro yang hanya di-back up 20% oleh emas dan Dolar yang sama sekali tidak di-back up oleh emas. Ini terbukti ketika AS menggunakan uang standard emas pada tahun 1879, tingkat inflasi di negara super power itu menurun drastis menyamai tingkat inflasi ketika uang standard emas digunakan pada tahun 1861.

Imam Ghazali mengatakan, Allah telah menciptakan emas dan perak sebagai pengukur nilai yang sebenarnya. Dalam bukunya, “The Theft of Nation: Returning to Dinar”, Prof. Dr. AKM Meera (2004) menyebutkan bahwa: “emas dapat menawarkan sistem keuangan yang stabil dan adil, menciptakan perekonomian yang adil dan stabil, memiliki daya tahan tinggi, serta tidak menimbulkan inflasi dan pengangguran”. Jelas bahwa akar permasalahan ekonomi dewasa ini adalah karena “fiat money”. Secara aktual, fiat money akan menimbulkan riba sehingga akan menjadi penghalang Muslim untuk merealisasikan “Maqasid Syari’ah”, yaitu untuk memproteksi agama (ad-Din), intelektualitas (al-`Aql), harta-benda (al-Mal), nyawa (an-Nafs) dan keturunan (an-Nasl) dalam sistem moneter fiat berbasis bunga.

Bukti historis juga menunjukkan bahwa pada zaman Rasulullah, harga seekor ayam adalah satu Dirham (sekitar Rp 70.000), dan saat ini setelah lebih dari 1.400 tahun, harga ayam masih berkisar satu Dirham. Begitu pula dengan harga domba yang dulu hingga saat ini masih berkisar satu Dinar (sekitar Rp 1.800.000). Selanjutnya, akibat nilai D&D tidak berubah, maka tindakan spekulatif di pasar valuta asing tidak akan terjadi.

Di samping kebal terhadap inflasi, D&D juga tidak dipengaruhi oleh tingkat bunga. Dengan kata lain, D&D adalah uang bebas riba. Kestabilan D&D juga akan mempromosikan perdagangan dan menstabilkan sistem moneter. Jelas bahwa penggunaan D&D akan menciptakan kestabilan makro ekonomi. Ekonomi yang stabil akan mewujudkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi.

Dinar Aceh
Sebenarnya gagasan untuk kembali menggunakan D&D di Aceh bukanlah sesuatu yang baru. Uang emas telah digunakan ketika Sultan Muhammad Malik Al-Zahir (1297-1326) berkuasa di Kerajaan Samudera Pasai. Rakyat Pasai menyebut uang emas itu sebagai “Dierham”, di mana semua kegiatan pencetakannya ditentukan oleh Sultan (Baca: T. Ibrahim Alfian. 1979. Mata Uang Emas Kerajaan Aceh). “Dierham” Pasai memiliki berat yang bervariasi antara 0,40 hingga 0,58 gram, bermutu antara 17-18 karat. Di bagian depannya tertera nama Muhammad Malik Al-Zahir dan di bagian belakangnya tertera ungkapan ‘al-Sultan al-’Adl’. Ungkapan ‘al-Sultan al-’Adl’ yang tertera di sisi mata uang Pasai diilhami Q.S. an-Nahl: 90, “. Allah menyeru berlaku adil dan berbuat kebajikan....”. Ini menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai keadilan ditegakkan dalam sebuah perekonomian.

Agar usaha untuk menegakkan keadilan dan bahkan ‘keihsanan’ ekonomi di kalangan rakyat Aceh, maka pemerintahan Aceh harus mendukung sepenuhnya, komit dan bahkan berani untuk merealisasikan penggunaan D&D di Bumoe Syariat. Kita dapat merujuk pada ke dua Model Dinar Negeri Kelantan dan Negeri Perak di Malaysia. Dari empat belas Negeri Bagian yang ada di Malaysia, dua di antaranya telah resmi meluncurkan sekaligus menggunakan D&D. Tepatnya, pada 2 Ramadhan 1432 (12 Agustus 2010), tercatat dalam sejarah bahwa Kerajaan Kelantan-Darul Naim merupakan Negeri pertama yang meluncurkan mata uang Syariah D&D. Peluncuran itu dilakukan oleh Menteri Besar (red: setingkat Gubernur) YAB Dato’ Hj. Nik Abdul Aziz Nik Mat. Kelantan adalah Negeri Bagian yang berada di bawah kuasa partai oposisi yang berhaluan Islam, Partai Islam Semenanjung (PAS).

Di Kelantan, Menteri Besar mendorong masyarakat untuk memakai D&D dalam transaksi sehari-hari, yaitu sebagai mata uang di samping tetap menggunakan Ringgit Malaysia (RM). Misalnya, untuk pembayaran gaji pegawai, transaksi di pasar rakyat, investasi, alat pembayaran zakat, dan mas kawin.

Begitu juga di Negeri Perak, D&D bukanlah digunakan untuk menggantikan mata uang Ringgit Malaysia. Namun mereka menggunakannya hanya sebagai alternatif investasi dan tabungan, alat pembayaran zakat, dan juga sebagai ungkapan penghargaan terhadap prestasi, hadiah, bukti kasih sayang ketika pernikahan, kelahiran, dan momen kebahagiaan lainnya. Meski agak berbeda, poin penting yang dapat diambil sebagai contoh adalah kedua pemimpin tersebut telah memiliki keberanian dan komitmen untuk menghidupkan kembali D&D di Tanah Melayu, sebagai upaya untuk menghapuskan riba dan menegakkan keadilan ekonomi.

Melihat ke dua model Dinar di atas, mungkin untuk tahap awal penggunaan D&D di Aceh lebih cocok dengan menggunakan Model Dinar Negeri Perak. D&D digunakan di samping mata uang Rupiah. Ianya hanya digunakan dalam transaksi tertentu, seperti membayar zakat, sebagai  alternatif investasi dan tabungan, dan juga sebagai ungkapan penghargaan, bukti kasih sayang, mas kawin, hadiah pernikahan, kelahiran, dan momen kebahagiaan lainnya. Andaikata usaha ini berhasil, maka barulah D&D itu digunakan dalam setiap bentuk transaksi masyarakat Aceh. Sudah tentu, semua ini butuh komitmen dan keberanian pemerintahan Aceh.

* Penulis adalah staf pengajar Ekonomi dan Perbankan Syari’ah pada Fakultas Ekonomi, Unsyiah.

Opini Serambi Indonesia
Thu, May 19th 2011, 08:12
http://aceh.tribunnews.com/news/view/56519/dinar-aceh


Dr. M. Shabri Menjawab Keraguan di http://www.facebook.com/affan.ramly/posts/120564728026941

Berawal dari status Aba Allev  Prof Shabri harus diajak jadi penasehat ekonomi pemerintah aceh, ekonom2 unsyiah yang fanatik pada sistem ekonomi liberal-kapitalisme itu sudah harus ditinggalkan pemerintah aceh, tolong bisik ke gub terpilih ntar!
Mulyadi Za: absolutely agree with your idea!
May 19 at 10:51pm

Haikal P. Ahmady: semoga direalisasikan, ini ide luar biasa utk memajukan perekonomian Aceh...
May 19 at 11:17pm

Muhammad Dayyan: selama pemerintahan aceh manteng sekuler han akan pernah di pakek idenyo.....adak pih dipake Islam yang menguntungkan selera sekuler manteng
May 19 at 11:28pm

Alfarisi Kluetku: gimana caranya atau siapa yang siap memfasilitasi seminar/diskusi atau bentuk lainnya, untuk membahas lebih mendalam tentang ide cemerlang itu...saya mau ikut...
May 19 at 11:53pm

Muhammad Dayyan: undang Prof. Shabri u STAI al-aziziah...sbg key not speaker seminar kebangkitan ekonomi Islam (dinar-dirham)....atau seminar "mengembalikan kedaulatan ekonomi Islam dengan dinar dirham di Aceh"
May 20 at 12:08am

Mirna Indriani: Sudah saatnya Aceh meninggalkan konsep kapitalis dan sebagai daerah prototype membuktikan konsep ekonomi syariah dapat meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Berani? Dan siapa yg harus berani?
May 20 at 8:22am

Aba Allev: betol kak inong, pihak petama yang harus berani pemerintah aceh n para akademisi (ekonom2) unsyiah sebagai penasehat ekonomi pemerintah aceh. agar syariat bukan sebatas cambuk. Dinas syariat islam pun lbh baik mengalihkan dana eksekusi cambuk untuk kampanye gagasan ekonomi islam, menggelar seminar dinar aceh, misalnya, dll.
May 20 at 9:10am

Mirna Indriani: Tidak perlu seminar mulai trus dengan membuat kebijakan Mis. Semua lembaga keuanga yg beroperasi di aceh harus syariah, bentuk kerjasama dengan konsep syariah, pelayanan publik dgn konsep syariah, sistem pemilihan. Pimpinan dgn konsep syariah bukan waktunya lagi berbicara tapi harus bertindak akademisi sudah mulai dgn kurikulum dan mata kuliah syariah di tuggu para pembuat kebijakan!!!!!
May 20 at 10:16am

Aba Allev: mantap, kalo konsepnya sudah tersedia cukup, kami (yang insyallah) akan memenangkan pemilu akan membuat kebijakan2 itu kak inong, smoga rakyat memberi kami kesempatan :-)
May 20 at 12:06pm

Annisa Mutia Muthmainnah: Dua minggu yang lalu pada kuliah Mata Uang dalam Islam, kami mendiskusikan tentang Kebangkitan Dinar & Dirham sebagai mata uang Islam. Salah seorang mahasiswa saya bertanya," Bu, seandainya dinar dirham digunakan sebagai mata uang resmi, apakah jumlah cadangan emas-perak di dunia akan cukup sebagai bahan intrinsiknya?"... Seorang mahasiswa lain juga bertanya, " Bagaimana Islam bisa mengklaim bahwa Dinar dirham sebagai mata uang Islam, sementara kehadirannya justru jauh sebelum Islam itu sendiri ada (yaitu masa Binzantium sudah menjadi mata uang resmi), dan bagaimana negara seperti Indonesia bisa menggunakannya sementara negara kita juga bukan negara Islam?".. Pertanyaan-pertanyaan dari kedua mahasiswa ini sederhana tetapi signifikan, kira-kira bagaimana pandangan bang Muhammad Dayyan dan Aba Allev dalam hal ini?
May 20 at 3:29pm

Rima Shah Putra: ‎1. Naif jika mengatakan bahwa dinar dirham dan sejenisnya sebagai mata uang Islam, karena kritik Islam terhadap “uang” bukan terletak pada namanya, bentuknya yang kertas atawa logam; tapi pada karakter nilai, keadilan tata kelola serta sifat penggunaan uang.
2. Uang kini telah melenceng dari fungsi dasar sebagai alat pembayaran komoditi ataupun jasa, malah menjadi komoditi itu tersendiri. Lifting jaminan dari uang (umumnya dijamin oleh emas) menjadikan uang tidak lagi memiliki nilai tetap, tetapi berfluktuasi layaknya komoditi pada umumnya.
3. Demikian halnya dengan acuan mata uang internasional yang dimonopoli Negara tertentu, menjadikan posisi uang semakin rentan terhadap interest kelompok pemegang hak produksi nilai uang.
4. Meski sejauh ini emas dan perak menjadi andalan utama penjaminan uang, tidak tertutup kemungkinan bagi item lain digunakan untuk tujuan tersebut, sejauh memenuhi aspek mengukuhkan nilai serta adil.
5. Aspek keadilan dari mata uang emas justru menjadi pertanyaan utama. Jika emas menjadi patokan dasar nilai uang, bagaimana dengan Negara/daerah bukan penghasil emas? Praktis, mereka dalam keadaan lemah dalam menghasilkan nilai. Adakah solusi internasional yang lebih menjanjikan diantara daerah penghasil dan bukan?
May 20 at 4:20pm

M Shabri Abd Majid: Bu Annisa, transaksi dengan menggunakan dinar-dirham tidak mengharuskan setiap terjadinya transaksi harus ada transfer emas secara fisik. Misalnya, aceh mengekpor kerupuk mulieng ke negara sakura, tidak seharusnya jepang harus menstranferkan emas ke aceh saat itu juga. Bisa jadi pada saat bersamaan kita juga mengimpor silop dari jepang, dan kita tidak seharusnya langsung menstranfer emas ke jepang. Hanya selisih nilai perdagangan yang terjadi antara aceh-jepang yang harus di bayar dengan emas. Jadi, emas biar terbatas diyakini akan cukup. Dan sebenarnya, karena kelangkaan emas itulah yang menyebahkan nilai dinar akan stabil. Kalau supply emas itu banyak, maka nilai dinar akan turun sehingga akan terjadinya inflasi. Kerna untuk membeli barang kita harus menukarkannya dengan jumlah dinar yang banyak. Kalau ini terjadi, dinar tidak akan mampu membebaskan ekonomi dari para spekulan mata uang.
Kedua, Islam tidak pernah mengklaim dinar itu mata uang Islam. Tidak ada dalil naqli, baik qur'an dan hadis yang meewajibkan umat Islam menggunakan dinar. YAng ada cuma Islam menyebutkan bahwa "dinar itu jauh lebih superior dibandingkan dengan fiat money". Dinar mampu mengenyahkan problema-problema ekonomi, terutama ketidakadilan ekonomi.
May 20 at 6:38pm

 Rima Shah Putra: Pak Sabri! 1. Dasar apa yang anda miliki untuk meyakini bahwa jumlah emas cukup untuk menjamin seluruh nilai transaksi yang ada didunia?
2. Terkait klaim bahwa dinar emas mampu mengenyahkan ketidakadilan ekonomi, bagaimana halnya dengan Negara/daerah yang tidak memiliki SDA emas? Dengan dasar apa mereka menjamin mata uangnya? Jika terpaksa membelinya dari daerah lain, maka sungguh beratlah perjuangan Negara itu untuk mengumpulkan emas!
May 20 at 6:46pm

M Shabri Abd Majid: Berdasarkan data dari World Gold Council (WGC), sampai akhir tahun lalu tersedia sekitar 170,000 ton emas di seluruh permukaan bumi (cadangan di dalam bumi belum dihitung). Lebih dari separuhnya untuk perhiasan (51%), sedangkan yang dipakai sebagai cadangan di bank-bank sentral seluruh dunia hanya 18 % hampir sama dengan jumlah emas untuk investasi yang sampai 17%.
Data lain dari Gold Sheet Link menunjukkan bahwa selama sekitar 170 tahun terakhir trend ketersediaan emas di permukaan bumi meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk bumi. Bahkan ketersediaan emas per kapita dunia cenderung naik dari 0.50 ounces/ kapita pertengahan abad 19 ; menjadi sekitar 0.75 ounces/kapita dasawarsa ini.

Data-data tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa emas sangatlah cukup untuk digunakan sebagai alat bermuamalah atau uang yang adil bagi seluruh penduduk bumi kapanpun dan dimanapun. Hanya keserakahan manusia yang membuatnya seolah emas tidak pernah cukup.
Emas hanya akan cukup digunakan sebagai uang yang adil apabila kondisi masyarakatnya mematuhi aturan penggunaan emas ini secara menyeluruh. Dimana aturan ini adanya ?. Hanya syariat Islam-lah yang memiliki aturan sangat rinci mengenai penggunaan emas ini; coba perhatikan contoh-contoh berikut :
1. Kaum lelaki dalam Islam dilarang menggunakan perhiasan emas; dari grafik diatas menujukkan bahwa emas yang digunakan sebagai perhiasan saat ini sudah 51 % dari seluruh emas yang ada. Pelarangan laki-laki menggunakan emas sebagi perhiasan akan berdampak berkurangnya proporsi emas perhiasan, dan menyisakan lebih banyak emas untuk uang.
2. Pelarangan emas digunakan untuk tempat makan minum, juga akan membuat emas lebih banyak tersedia sebagai uang.
3. Larangan disertai ancaman yang sangat berat adalah menimbun emas dan perak. Karena kalau emas ditimbun, maka berapapun adanya di permukaan bumi tidak akan pernah cukup.
4. Larangan terberat adalah Riba – sampai sampai Allah dan Rasulnya mendeklarasikan perang terhadap pelakunya. Iming-iming riba akan menghilangkan emas yang digunakan sebagai alat muamalah yang adil yang dibutuhkan masyarakat.
5. Perintah agar harta selalu berputar (Al Hasyr :7) adalah kuncinya; kalau emas ini bisa benar-benar berputar (karena tidak ditimbun dan tidak juga di-riba-kan) -maka jumlah tidaklah menjadi masyalah. Sedikit yang berputar akan cukup, sebaliknya sebanyak apapun yang ditimbun atau di-riba-kan tidak akan pernah cukup.
Inilah mengapa rezim emas paska Kekhalifahan seperti Bretton Woods gagal dan akan selalu gagal karena hanya menggunakan emas sebagai standar tidak akan pernah cukup memenuhi keserakahan manusia.
Emas hanya cukup apabila syariat yang mengaturnya ditegakkan; dan hanya Islam yang memiliki syariat ini.
May 20 at 7:18pm

Rima Shah Putra: Tanpa bermaksud menolak keunggulan nilai emas disbanding alat tukat lainnya, hanya pertanyaan lanjutan:
Mengasumsikan GDP sebagai nilai yang direproduksi manusia terus-menerus, diketahui jika total GDP dunia sebesar ±$75 trillion. Sementara angka cadangan emas yang anda sebutkan sebesar 170,000 Ton emas.
Secara nominal, bisa disederhanakan sbb:
170,000,000,000,- Gram emas : $ 75,000,000,000,000,-
Atau sama dengan:
1.70 Gram emas : $ 750
Jika keduanya ditukarkan dengan nilai rupiah, maka akan tampak disparitas keduanya:
1,7 gr x Rp.470.000 = Rp.799,000
$ 750 x Rp.9.000 = Rp. 6.750,000
Bagaimanakah benda yang bernilai Rp.799.000 menjamin transaksi yang bernilai Rp. 6.750.000 (nilai jaminan sebataas 11,83%)?
May 20 at 7:58pm

M Shabri Abd Majid
Tgk Rima yang meutuwah.....Dari data ilustrasi anda, semakin menunjukkan emas akan lebih unggul. Cuba kita analasi rumus "equation of exchange" yang mengatakan MV = PT. Dimana M = jumlah peng, V = perputaran peng, P = harga peng, dan Y = gdp. Dengan asumsi V adalah konstan, maka apabila gdp (Y) lebih besar dari jumlah peng (M), maka yang terjadi adalah harga barang (P) akan turun. Barang akan murah...dan pembeli akan GEUGROP LAM SUPOT.....
May 21 at 9:04pm

Annisa Mutia Muthmainnah: Bapak M Shabri Abd Majid , menarik ketika kita lebih jauh mendiskusikan apa sebenarnya yang menjadi signifikansi dari uang itu sendiri. Di satu sisi saya sependapat dengan Rima Shah Putra bahwa kritik Islam terhadap “uang” justru bukan terletak pada namanya, bentuknya yang kertas atawa logam; tapi pada karakter nilai, keadilan tata kelola serta sifat penggunaan uang. Barangkali ini sebenarnya yang memerlukan elaborasi lebih jauh yang nantinya akan memandu kita kepada uang "ideal" yang menjunjung nilai-nilai Islam itu sendiri. Alangkah baiknya jika diskusi seperti ini diwadahi (dalam bentuk milist peminat ekonomi Islam atau bentuk group diskusi di Facebook juga boleh). Kebetulan tahun ini saya mendaftar di FE-MIE, sehingga diskusi seputar ekonomi Islam seperti ini akan sangat membantu saya untuk lebih cepat belajar soal ekonomi Islam dan derivasinya.
May 23 at 11:18am


M Shabri Abd Majid: Untuk melihat sisi negatif fiat money yang digunakan sekarang, kita harus memahami konsep money creation atau money multiplier. Uang emas yang nilai nominalnya sama dengan nilai intrinsik akan menghalang money creation, dan ini akan menstabilkan harga, tidak ada inflasi. Tapi fiat money sekarang yang nilai nominalnya tidak didukung oleh nilai intrinsik akan menyebabkan bank sentral dapat mencetak duit sesukanya, sehingga jumlah duit yang beredar lebih banyak dibandingkan ketersediaan barang dan jasa, maka harga barang pun akan naik.....
May 24 at 10:28am

Rima Shah Putra: Saleum,
1. Perihal persamaan yang Tgk. Sabri beri, saya tidak punya komen yang berarti, hanya pertanyaan: apa relevansinya dengan kekuatan nilai emas guna menjamin volume transaksi yang tersedia? Yang saya fahami, persamaan exchange diatas lebih untuk menunjukkan hukum keseimbangan antara jumlah uang tersedia dengan volume produksi yang ada. Mohon pencerahan jika sekiranya ada yang salah.
2. Diatas kertas, memang GDP yang lebih besar dari jumlah uang tersedia akan memaksa harga turun. Tapi dalam realitinya, ini menciptakan scarcity of money atawa deflasi, dan menimbulkan perkara baru likuiditas uang. Apa halnya jika harga merangkak turun, sementara uang tidak terdistribusi merata di kalangan rakyat jelata? Bukankah kelangkaan uang pada akhirnya akan menurunkan volume barang dan jasa itu sendiri, menimbang keterbatasan jumlah uang tersedia untuk membiayai transaksi yang dibutuhkan utk memproduksi barang/jasa?
3. Penurunan harga yang didasarkan pada kelangkaan uang juga tidak menunjukkan factor substansial penurunan harga sebenar. Bukankah penurunan harga harusnya bertumpu pada aspek penguasaan teknologi, efisiensi produksi dan distribusi, pencabutan pungutan/retribusi yang tidak berguna, etc ..?
4. Bagaimana dengan standar jaminan emas moneter yang biasa dipatok pada rate 20%?
5. Sepakat pada aturan main pencetakan uang oleh Bank Sentral, bahkan kesepakatan ini perlu diperluas hingga menjangkau The Fed. Saya rasa, aspek ini yang dimaksudkan dalam “keadilan tata kelola uang” oleh Islam, baik secara nasional maupun internasional. Prilaku The Fed yang mengekspor inflasi Dollar sebagai kompensasi dari deficit perdagangan US – Internasional perlu mendapat perhatian khusus.
Mohon bimbingannya …
May 25 at 12:07pm

Annisa Mutia Muthmainnah: ‎Aba Allev dan bang Muhammad Dayyan ho nyoe..pakeun hana meusue?..
May 26 at 11:34am

Muhammad Dayyan: kan pertanyaan Nisa dah di jelaskan sama Prof. Shabri secara mendetail...hehhe
May 26 at 12:46pm

Fahmi Abduh Dahlan: Izin menyimak...diskusi yang sangat menarik..!‎@Rima Shah Putra : Sambil menunggu penjelasan dari bang sabri...Ikut nimbrung ni Bang Rima....Saya kira “Kata kunci” pendapat Bang sabri adalah terkait dengan “KEADILAN TATA KELOLA UANG” melalui instrument “Emas” bukan “Uang Kertas” yang nilai nominalnya tidak sama dengan “Nilai Intrinsik”. KOnsep Keadilan dapat dimaknai dari Kesetaraan Nilai Nominal dan Nilai Intrinsik sehingga “Money creation” dapat dihindari i.e salah satu untuk mencegah “Bank Sentral suka2 Cetak Duit”. Dengan kalimat lain, Instrumen “Emas” sebagai alat jual beli akan menutup peluang perilaku negative i.e. seperti yang ditunjukkan oleh the FED. JIka bang rima menterjemahkan “Keadilan Tata Kelola Uang” dengan aturan pencetakan uang yang dapat mengatur i.e. “SUKA2 the Fed cetak uang utk menutup deficit perdagangan U.S ?..(saya pake “?” krn saya tidak pegang data) maka pertanyaannya adalah APakah sekarang tidak ada “aturan cetak uang”?
“APAKAH MEREKA (baca : the FED) akan mengumumkan tindakan tsb ?”
Dari point inilah saya kira pakar2 ekonomi Islam memunculkan konsep “Nilai Nominal” = “Nilai Intrinsik” melalui instrument Emas sebagai “KEADILAN TATA KELOLA UANG”.
May 27 at 7:55pm

M Shabri Abd Majid:‎1.Alasan mendasar kenapa emas dipandang sebagai mata uang yang lebih berkeadilan karena ia mampu menyeimbangkan pertumbuhan sektor riel dan keuangan. Dengan adanya keseimbangan ini maka harga barang akan stabil. Sejak kita dilahirkan, yang kita saksikan adalah harga barang terus menaik.....ketimpangan sektor keuangan dan riel semakin menganga.....akhirnya mereka yang punya duit akan semakin banyak duitnya kerana money creation yang dimungkinkan dengan sistem moneter “fiat-money” sekarang...sedangkan yang “hana peng semakin ciret....”. Kenapa persamaan exchange itu saya kemukakan, kerana para ekonom konvensional lebih percaya pada formula yang mereka kemukakan, ketimbang dalil naqli...
2. GDP yang lebih besar dari jumlah uang akan menyebabkan scarcity of money dan menimbulkan masalah likuiditas? Apa betul? Ada bukti emipiris? Bagaimana Islam melihat konsep scarcity? Apakah Allah belum cukup memberikan kita dngn rahmat dan nikmatnya, termasuk emas? Kalau jumlah uang bererdar banyak tidak mampu meningkkatkan jumlah barang,seperti dalam sistem moneter sekarang, maka yang sebaliknya juga betul. Kelangkaan uang tidak akan menyebabkan berkurangnya volume barang. Yang penting harga akan stabil dan harga “adil” akan terwujud. Dengan uang emas, pencentekaan uang dng semena-mena tidak bisa dilakukan, tidak adanya money creation, maka keadilan ekonomi akan wujud. Gap income akan minimal. Penyakit sosial (PHD =penyakit hasud dan dengki) akan berkurang.
3. Memang betul, teknologi. efisiensi akan mampu menurunkan ongkos produksi dan perusahaan dapat menjual harga barang mereka dengan harga yang lebih murah. Tetapi karena jumlah uang yang beredar banyak, maka nilai real uang tersebut akan rendah sendirinya.
4. Mungkin kita bisa mempelajari sejarah collapsenya sistem bretton wood. Kenapa US tidak mau lagi menggunakan sistem moneter bersandarkan emas (100% reserve system)? Katanya ketika itu emas dari US terus mengalir ke negara parner bisnisnya, karena US adalah pengimpor terbesar dunia. Takut dengan habisnya stok emas yang yang mereka miliki, maka US membekukan sistem moneter bersandarkan emas. Sistem emas tidak bisa menjadikan US sebagai negara ADIKUASA yang berkuasa untuk menjajah dan mendikte ekonomi negara lain, terutama negara Islam. Itulah sebabnya pihak barat mencari justifikasi bahwa emas itu tidak harus digunakan sebagar duit. Sejauhmana uang yang dicetak itu tidak bersandar 100% pada emas (diback up 100% oleh emas), maka money creation akan terjadi, dan yang banyak duit akan semakin kaya dengan mencetak duit……akhirnya ketidakadilan ekonomi akan terjadi.
5. Saya sangat setuju dengan sistem manajemen uang yang baik. Tetapi manajemen uang yang baik tidak akan menjamin uang itu tidak disalahgunakan seperti money creation sendainya peluang untuk itu tidak ditutup, Yaitu dengan masih menggunakan uang kertas dan giral. Apabila uang emas yang digunakan, maka money creation tidak mungkin dilakukan lagi, maka manajemen uang yang baik itu akan lebih terjamin…dan mampu menegakkan keadilan ekonomi. Harga akan stabil…..harga yang mahal akan mengeksploitasi si miskin……sedangangkan orang kaya umumnya akan diuntungkan oleh harga yang mahal…
6. KEsimpulan, penggunaan emas akan lebih mudah mereaslisasikan keadilan ekonomi, membebaskan ekonomi negara2 terbelakang dan berkembang bebas dari kolonialisasi negara maju via money creation. Wallahu’alam.
May 28 at 3:53pm

M Shabri Abd Majid: Setuju dengan pendapat Tgk Fahmi Abduh Dahlan ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar