Selasa, 31 Mei 2011

Melacak Jujur di Warung Kejujuran

Oleh: M Suhaili Sufyan dan Muhammad Dayyan

KEJUJURAN jadi barang langka di akhir zaman. Maka ketidakjujuran yang dicela dalam Islam mudah kita temukan di tengah masyarakat yang mendeklarasikan diri sebagai penegak syari’at Islam. Buktinya korupsi yang saban hari diberitakan, penipuan di pasar sering dikeluhkan masyarakat, kehilangan kendaraan dan barang meningkat, sampai perawan gadis orang kerap dicuri dan dirampas.


Bagaimana ketakjujuran kini dipertontonkan, bahkan mereka yang memiliki pengetahuan. Kita dapat mengamati di kampus tempat orang-orang terdidik, tidak sedikit yang senang menyontek, manipulasi, mengoleksi buku pustaka untuk pribadi, kerja tidak tepat waktu. Ada juga mahasiswa yang menyalahgunakan beasiswa, kiriman orang tua untuk pacaran, beli HP baru dan foya-foya.

Itulah watak ketidakjujuran yang dicela Rasulullah saw, “pendusta/penipu bukan umatku”. Apa cirinya? Rasulullah menjelaskan “tiga tanda kemunafikan; bila berkata, ia dusta; bila berjanji, ia ingkari; dan bila diberi amanah ia khianati (HR: Bukhari).

Sangat dahsyat sekali dua Label yang diberikan Rasul bagi ketidak jujuran; tidak termasuk dalam golongan umat beliau. Dan yang kedua adalah umatnya yang hipokrit alias munafik. Bahasa lain yang tidak masuk dalam golongan umat nabi adalah keluar dari cakupan pemahaman syahadat Rasul yang notabenenya tidak sempurna Ketauhidan.

Label kedua tak kalah angkernya dari yang pertama, menjadi pengikut nabi tapi bukan umatnya adalah manusia munafik yang mengaku pengikut nabi yang pada hakikatnya bukan pengikut nabi, atau dengan bahasa anak muda pengikut nabi ke-ge-eran.

Watak tidak jujur itu memiliki daya rusak yang dahsyat. Suap menyuap telah mentradisi mengerogoti sendi-sendi pemerintahan. Korupsi yang menghisap hak-hak masyarakat dianggap prestasi. Maka tidak heran, ratusan rumah korban tsunami dan konflik ditelantarkan oleh kontraktor. Jerih payah dan keringat guru dan buruh sering diabaikan bahkan ditindas. Murid dan mahasiswa sering ditelantarkan saat jam belajar. Warga sering kecewa saat mengurus keperluan di kantor pemerintah, rumah sakit dan lain-lain.

Watak tidak jujur juga mematahkan roda ekonomi sehingga sulit berputar. Para tengkulak sering menjerat pedagang kecil. Pedagang yang curang menyebabkan pasar sepi dan tidak produktif. Padahal kita sering mendegungkan sabda Rasul “yang menyogok dan yang disogok akan masuk neraka”, mencurangi timbangan ganjarannya adalah neraka wail “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (Q.S, al-Muthaffifin:1-3).

Jujur adalah sifat sangat urgen dalam kehidupan, namun zaman sekarang kejujuran sudah jadi barang sangat lagka. Menyadari hal inilah, Muhammad sebelum diangkat sebagai Rasul terlebih dahulu Allah menempa beliau dengan kejujuran. Maka Muhammad saw, dikenal oleh penduduk Mekkah pada sosok manusia yang jujur. Urgensitas Jujur (baca: siddiq dan amanah) sampai-sampai sifat ini menjadi sifat wajib pada nabi bila dilihat dari kacamata ilmu tauhid.

Di tengah krisis kejujuran, kita penting melacak ulang. dengan membangun “warung kejujuran”, seperti mengajarkan disiplin dan etos kerja, dan itu harus dimulai dari diri sendiri, tanpa perlu pengawasan kecuali hanya diawasi Allah swt. Sebagaimana firman-Nya “Allah selalu bersama manusia diamanapun manusia itu berada” (QS Al-Hadid: 4), “Tidak Ada yang tersembunyi bagi Allah sesuatu apapun yang di bumi dan di langit” (QS Ali Imran: 6).

Sistem pengawasan Allah, dapat membentuk watak seorang menjadi jujur. Misal, kalau ia membeli makanan/minuman, ia bisa membayar sesuai harga yang tertera. Dan ini harus menjadi sikap seorang muslim. Setiap orang akan menumbuhkan kesadaran hukum, dan moral, mengubah pola pikir yang positif. Contoh kecil dari bersikap jujur, misal ketika seseorang menggunakan telepon umum, ia tak merusaknya dengan memasukkan koin seperti tutup botol, atau merusak untuk mengambil uang yang telah tertampung. Inilah yang mesti dibudayakan umat Islam.

Bersikap dan berlaku jujur adalah fardhu ain, sebagaimana firman Allah swt, “Hai orang-orang beriman penuhilah janji kalian kepada orang yang berhak” (QS: Almaidah ayat; 1). Selanjutnya Rasulullah saw, menegaskan “Sesungguhya kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan menuntun ke surga, sesungguhnya orang yang jujur akan direcord oleh Allah dengan gelar sijujur.

Sesungguhnya ketidak-jujuran akan membawa kepada keburukan dan keburukan akan menuntun ke neraka, sesungguhnya seseorang yang biasa tidak jujur akan ditulis disisi Allah sebagai pembohong” (H.R. Muttafaq Alaih). Jelas di sini kejujuran adalah watak kaum muslimin, lalu kalau hari ini kita kehilangan kejujuran, sungguh kita telah kehilangan mutiara Islam yang sangat berharga. Wallahu'alam!




Sumber: http://m.serambinews.com/news/view/2258/melacak-jujur-di-warung-kejujuran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar