Rabu, 31 Agustus 2011

Tradisi dan Hakikat Hari Raya


Oleh: Muhammad Dayyan

 
 
UROE RAYA atau hari raya dalam tradisi masyarakat Aceh beragaman bentuk kita temui. Misal, jika di sawah padi tidak ada yang menjaga, maka itu sering disebut uroe raya tulo (hari raya burung pipit). Jika sebuah mobil pengangkut buah- buahan terguling maka di situ pun orang sering meuroe raya (berhari raya) artinya menikmati buah-buahan yang berhamburan dengan suka cita. Maka tidak heran di hari raya ini pun sering kita melihat pergaulan bebas muda-mudi di pantai dan tempat-tempat hiburan untuk merayakan urou raya dan tidak ada yang melarang dengan alasan sedang hari raya. Beberapa pemuda membuat pesta judi dan pak imam tak sanggup mencegah karena alasan sedang hari raya. Jiwapun terpenjara hawa nafsu.


Anak-anak pun tidak terkontrol oleh orangtua mereka untuk bermain tembak-tembakkan meskipun sering mendatangkan malapetaka sampai cacat mata atau berubah jadi tawuran dengan alasan hari raya. Ugal- ugalan di jalan rayapun dianggap lumrah karena sedang hari raya. Ekpresi ini jelas menjadi cacatan hitam di hari yang fitri ini. Lalu, kemana makna puasa dan ibadah ramadhan yang mengasah jiwa menjadi suci dengan mengontrol nafsu?

Ternyata masyarakat kita saban tahun berhari raya hanya mampu mengganti baju baru, sepatu baru, cat (rumah) baru, mobil baru, motor baru. Namun mental dan moral belum dan sulit dibarukan. Bahkan semakin reot dan ambruk. Anehnya, sebagian besar orangtua tidak begitu risau atas prilaku remaja putri dan putranya yang cenderung terkikis moral dan mentalnya. Mereka lebih risau jika anak-anaknya jika tidak mendapatkan baju baru atau pacar baru.

Sungguh fenomena ini sangat merisaukan kita semua. Bagaimana masa depan masyarakat Aceh yang Islami? Dalam salah satu khutbah idul fitri di Mesjid Jami´ Alue Lhok khatib Tgk. Abdul Halim mengilustrasikan pada pagi hari raya pimpinan tertinggi Iblis menangis. Para bawahannya bertanya? Ada gerangan apa kiranya sehingga Raja menangis? Raja iblis menjawab sungguh sia-sia pekerjaan kita selama setahun karena pada pagi 1 syawal seluruh dosa umat Muhammad saw telah diampuni, mereka seperti baru lahir (kembali fitrah). Maka raja iblis pun memerintahkan seluruh anak buahnya untuk melalaikan umat Muhammad saw dengan berbagai tipu daya menjerumuskannnya kembali ke lembah dosa.

Dari kuitipan khutbah tersebut dapat kita ilustrasikan lebih lanjut, bahwa kekhawatiran raja iblis itu ditepis oleh para bawahan iblis. Wahai raja engkau tidak perlu khawatir sungguh pekerjaan kita sudah banyak diambil alih oleh manusia . Lihat saja di pantai, di kota-kota banyak tempat hiburan penuh sesak yang melalaikan mereka dari mengingat Allah. Sungguh kita hanya duduk saja tanpa perlu bekerja lagi. Ternyata banyak manusia telah mengambil alih pekerjaan iblis dan patut kita sayangkan.

Berhari raya tidak lagi menyentuh subtansi kefitrian, namun banyak melenceng dari nilai-nilai dasar kemanusiaan dengan mengumbar hawa nafsu. Budaya hura-hura, pesta pora, bermewah-mewah, kebut-kebutan, yang sangat bertentangan dengan syari´at Islam begitu mengental dikalangan kita. Dalam berpakaipun banyak diantara kita yang mendedahkan aurat dengan alasan sedang berhari raya.

Hakikat uroe raya
Kembali pada fitrah pada 1 Syawal setelah menjalankan ibadah ramadhan selama sebulan penuh sejatinya menjadikan kita seperti terlahir kembali. Namun banyak di antara kita memaknai terlahir kembali dengan mengambil prilaku anak-anak yang sangat kekanak-kanakan dan melupakan hakikat daripada hari raya sehingga menodai kembali jiwa yang telah menjadi fitri (suci).

Tgk Abdul Halim, guru Pesantren Al-Muna mengingatkan pada prinsipnya seseorang patut merayakan hari raya, pertama, ketika malaikat Atit pencatat amal buruk kosong buku catatannya karena kita telah menjaga seluruh anggota tubuh untuk tidak melakukan perbuatan dosa.

Kedua, pada saat sakaratul maut kita dapat melafazkan kalimah thaibah La ilaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah . Tentu hal ini sebuah cita-cita seluruh orang-orang mukmin sebagaimana perintah Allah (QS: Ali Imran ayat 102); Hai orang-orang beriman bertaqwalah kamu dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kamu sekali-kali mati, kecuali dalam keadaan Islam (berserah diri kepada Allah).

Ketiga, bebas dari siksa kubur. Keempat, dapat dengan mudah melewati titi sirathul mustaqim yang jarak perjalanannya ribuan tahun untuk sampai di mahkamah Allah sebagai penentuan apakah kita termasuk ahlul jannah (penduduk syurga) atau ahlul naar (penduduk neraka).

Kelima, saat kita berjumpa dengan sang khaliq yang maha pengasih dan maha penyayang. Puncak cinta seorang hamba kepada Allah `Azza Wajalla. Sebagaimana firman Allah (QS: al-Kahfi ayat 110); Barangsiapa yang menginginkan perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia beramal saleh dan tidak mensyarikatkannya dengan sesuatu apapun dalam beribadah kepada-Nya .

Jika kita bisa meraih kelima kondisi tersebut baru kita layak meuroe raya . Setiap kita yang mampu menjaga fitrah kemanusiaannya pada Dien (agama Allah) akan memperoleh kelima hal tersebut. Sesungguhnya setiap kita telah diciptakan fitrah yang cenderung pada agama Allah sebagaimana firman-Nya (QS: Ar-Rum ayat 30); Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui .

Fitrah Allah ialah ciptaan Allah swt, yaitu manusia dicipatakan dengan naluri beragama yaitu agama tauhid (Islam). Maka kalau manusia tidak lagi menjaga fitrahnya untuk taat pada tuntunan Allah maka ia telah meninggalkan agama tauhid dengan memperturutkan hawa nafsunya.

Orang-orang yang telah menodai fitrah kemanusiaannya dengan memperturutkan hawa nafsunya, Allah swt mengumpamakannya seperti anjing sebagaimana firman-Nya (QS: al-A´raf ayat 176); Jika Kami menghendaki sesungguhnya Kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi ia cendrung kepada dunia dan memperturutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya, diulurkan lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga.. .

Orang-orang yang mengotori fitrahnya adalah mereka yang tidak mempergunakan anggota tubuhnya untuk sesuai dengan fungsi kemanusiaanya, maka ia telah memposisikan derajatnya dibawah hewan dan mencampakkan dirinya sebagai bahan bakar api neraka sebagaimana firman Allah (QS: al-A´raf ayat 179); Sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah swt. Dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah. Dan mereka mempunyai telinga tapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang lalai .

Semoga kita tidak lalai dan tidak termasuk golongan orang-orang yang menodai fitrah kemanusiaannya dengan melakukan hal yang bertentangan tuntunan Allah (Islam). Marilah kita bangun tradisi hari raya dengan bertakbir, tasbih membebaskan diri dari penjara hawa nafsu, memperkuat silaturahmi dengan saling memaafkan, meningkatkan kepedulian kepada kaum yang lemah. Wallahu a´lam bisshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar