Selasa, 02 Agustus 2011

Meraih Pencerahan Alqur'an


Oleh Muhammad Dayyan 

Malam-malam ramadhan ayat-ayat Alquran menggema di seluruh penjuru negeri. Masyarakat menghidupkan ramadhan dan terasa hati sejuk mendengarnya. Dan sejatinya semua itu (bertadarus) tidak sekedar karena ada iming-iming pahala besar dan tanpa sadar mengabaikan pesan Alquran dalam kehidupan kita. Di sinilah pentingnya kita renungkan sejenak untuk menangkap pesan-pesan Alquran selama Ramdhan. Surat pertama dalam Alquran diturunkan pada bulan ramdhan sehingga kita memperingatinya dengan malam nuzulul Alquran.

Di gampong-gampong di Aceh, nuzulul qur’an ada yang diperingati sampai pada malam ke 27 ramadhan. Ini diyakini paling sering menjadi malam lailatul qadar. Sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan” (QS. Alqadr ayat 1). Dalam surat lainnya “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi (malam Qadr) dan Kamilah yang memberi peringatan” (QS. Ad-Dukhaan ayat 3). Maka peringatan nuzulul qur’an pada malam ke 27 banyak dijumpai di negara-negara timur tengah.

Nuzul Alquran di Aceh dikenal juga tradisi “peutamat qur’an” atau “khatam qur’an” yang berarti Alquran sudah tamat bacaanya secara resmi. Seolah setelah ritual peringatan nuzulul Qur’an, selanjutnya tugas membaca Alquran di masjid maupun di menasah diserahkan kepada kaset tipe recorder menjelang pelaksanaan shalat lima waktu. Hal ini juga terkait dengan kesibukan menjelang lebaran juga.

Sesungguhnya kitab suci Alquran adalah petunjuk (hudan), sumber ilmu pengetahuan, sumber pencerahan bagi problemantika kehidupan manusia. Maka perlu kesadaran kita untuk mempelajari dan mengkaji secara mendalam. Ummat Islam dituntut untuk mampu membaca bagi yang belum bisa membaca Al-quran. Kemudian mengkaji kandungannya. Seruan kembali pada Alqur’an jangan hanya sebatas jargon, sementara kita hanya membacanya setahun sekali, konon lagi mengkajinya untuk menjadi pedoman dalam hidup ini. Tidak heran prilaku umat Islam semakin jauh dari tuntunan Qur’an dan terasa berat untuk di ajak menerapkan dan ta’at pada hukum yang terkandung dalam al-Qur’an.

Ramadhan merupakan momentum untuk kembali dekat dengan al-qur’an dengan memperlancar bacaannya, memperbanyak hafalannya, memperdalam pemahamannya, dan menyempurkan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab dalam sejarahnya ketika Ramadhan datang Rasulullah saw dan malaikat Jibril a.s bertemu untuk saling mendengarkan bacaan, membahas makna ayat per ayat yang selesai diperdengarkan. Kemudian diikuti para sahabat sehingga kehidupan masyarakat pada saat itu yakin dan tunduk pada ajaran Alquran. Ini menunjukkan bahwa ummat saat itu menjadikan Ramadhan sebagai bulan pendidikan jiwa bagi kaum muslimin sehingga menjadi modal untuk mengarungi kehidupan sebelas bulan setelah Ramadhan dengan mengkaji isi kandungan Alquran.

Penting bagi kita semua untuk menyadari, bahwa tadarus dan peringatan nuzulul Qur’an di mesjid-mesjid jami’, mushalla-mushalla atau meunasah-meunasah, sejatinya tidak hanya menjadi tradisi tahunan yang kering dari makna dan subtansi. Fakta sejarah menunjukkan kemajuan umat Islam ketika ia membaca Alquran tidak sebatas tradisi, namun jauh dari itu mempelajari kandungannya dan mengamalkannya dalam kehidupan.

Alquran turun pada masa transisi kebudayaan sejarah manusia, yaitu berada antara dua peradaban. Peradaban kuno terbentang mulai dari Nabi Adam hingga Isa a.s. Alquran dengan spirit ajaran yang dikandungnya menjadi awal bagi lahirnya tradisi modern sampai kiamat. Hal ini dapat dilihat setalah Alquran turun mulai bermunculan penemuan-penemuan dan pengembangan sumber pengetahuan baru bagi kebudayaan manusia. Ini menunjukan kekayaan kandungan Alquran tidak sebatas persoalan hukum.

Alquran juga sebagai sumber ilmu pengetahuan. Dr.Tarmizi Taher dalam tulisannya “kebenaran Alquran” menguraikan kebenaran ilmiah ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan proses kejadian manusia dalam QS. Al-Hajj ayat 5. Hal ini pernah di kaji dan di uji kebenarannya oleh Prof. Dr. Roger Garaudy dan Dr.Maurice Bucaille ilmuan perancis dan menemukan bahwa ternyata penjelasan dari Alquran yang turun 15 abad yang lalu itu menggambarkan asal muasal manusia, lebih tepat dari ilmu embriologi mutakhir yang dengan jelas ditulis dalam bukunya ‘The Origin of Man’.

Berkaitan dengan pertumbuhan manusia, QS. Luqman ayat 14 juga menyuruh seorang ibu untuk menyusui anaknya sampai umur 2 tahun. Sedang para dokter pada tahun 1960-an, menyuruh anak disapih sampai umur 1 tahun. Ternyata mulai tahun 1970-an, berdasarkan hasil penelitian yang sangat luas oleh WHO pada ibu di negara-negara berkembang diajurkan menyusui anaknya dengan ASI sampai sekurang-kurang selama 2 tahun, sebab susu ibu adalah satu-satunya sumber protein yang sangat berguna untuk pertumbuhan anak, khususnya perkembangan otaknya.

Kita umat Islam tak ada yang ragu bahwa Alquran berfungsi untuk menuntun kita kepada jalan yang diridhai Allah swt sehingga mendapat keselamatan dunia akhirat. Namun marilah sejenak kita renung pada fakta realitas ummat Islam hari ini terperangkap dalam dekapan taghut kapitalisme, sekulerisme, materialisme, liberalisme, dan hedonisme. Maka sampai kapan kita hanya mempertahankan membaca Alquran hanya sebagai tradisi tahunan, wiritan, musabaqah bahkan lebih tragis alat politik meraih kekuasaan. Alat politik ini tragis karena baca Alquran hanya sekedar untuk lolos jadi caleg, cabub/cawalkot. namun isinya tidak diimplementasikan dalam kebijakan politik.

Sejatinya kegiatan tadarus dan peringatan nuzulul qur’an tidak menjadi ritual seremonial tahunan saja. Sungguh Alquran adalam sumber pencerahan yang dapat menadatangkan damai, kesejahteraan yang abadi sepanjang tahun hingga kembali lagi ramadhan tahun depan bahkan sampai kiamat. Tentu kalau kita mau mempelajari kandungannya dan mengamalkannya dalam seluruh kehidupan, baik politik, hukum, ekonomi, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar