Senin, 01 Agustus 2011

Ramadhan Bulan Bisnis Dunia Akhirat

Oleh: Muhammad Dayyan

Ramadhan datang. Pedagang musiman mendadak memadati trotoar sepanjang jalan di kota-kota, mulai dari pedagang makanan menu berbuka sampai pedagang pakaian lebaran. Tak ketinggalan restoran dan hotel menawarkan menu berbuka dan sahur dengan harga khusus. Ramadhan membawa berkah dengan menawarkan keuntungan pahala yang berlipat ganda bagi yang mau mengerjakan amalan kebaikan. Juga momentum memperoleh keuntungan bisnis yang menjanjikan.


Dibulan ini ummat muslim selain disibukkan dengan ibadah juga disibukkan untuk persiapan berbuka dan persiapan lebaran. Disinilah peluang bisnis. Untuk mendapatkan keuntungan ukhrawi disahuti oleh seluruh manusia yang beriman untuk meningkatkan ibadah dalam berbagai bentuk guna meraih gelar muttaqin. Tarawih, witir, tadarus, i’tikaf, infaq, shadaqah, umrah sampai tidurpun dinilai ibadah dalam bulan ini. Tentu bulan ini sangat menjanjikan untuk investasi akhirat. 

Ramadhan tidak hanya menjanjikan keuntungan pahala yang berlipat ganda, juga keuntungan bisnis dunia yang cukup mengiurkan. Dengan adanya lonjakan  permintaan terhadap barang dan jasa yang meningkat tajam, berlakulah hukum ekonomi ‘meningkatnya permintaan akan memicu kenaikan harga’.

Keuntungan dunia akhirat merupakan berkah dan rahmat ramadhan. Ironisnya masih banyak diantara kita yang memisahkan keduanya. Sebagian mengejar keuntungan akhirat meninggalkan bisnis dunia. Mereka tidur dan bermalas-malasan disiang hari menyongsong malam dengan berbagai ibadah. Sebaliknya yang mengejar bisnis dunia meninggalkan keuntungan investasi akhirat. Sibuk menyiapkan dagangan untuk bisnis disiang hari dan absen ke mesjid baik malam atau siang. Bahkan tragisnya ada sebagian dari kita melupakan dan abai keduanya. Tidur sepanjang hari menanti waktu berbuka untuk makan sekenyang-kenyangnya hingga badan berat melangkah untuk beribadah. Apakah memang Islam memisahkan keduanya? Bisakah kita memperoleh keduanya? Atau tidak keduanya? Itu terserah kita.

Para pedagang baik yang dadakan, musiman berlomba memafa’atkan momentum bulan suci ini. Mulai jual kue penganan berbuka sampai pedagang pakaian baru lebaran. Sejatinya pedagang muslim dalam mengembangkan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mencari keuntungan materil juga tidak melupakan untuk mendapatkan berkah dan pahala dari Allah SWT sebagai bekal negeri akhirat. Ini penting! Sebab ajaran Islam mengajarkan hidup didunia adalah sarana mencari kebahagiaan akhirat. Sebagaimana Allah terangkan dalam QS:  Alqashas ayat 77 “Dan usahakanlah pada segala benda yang dianugerahkan kepadamu akan kesenangan akhirat, dan janganlah kamu lupakan kebahagiaan nasibmu di dunia, dan berbuat kebajikan  kepada sesama manusia sebagaimana Tuhan berbuat kebajikan kepadamu; janganlah mencari-cari kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kebinasaan”. 

Ayat tersebut merupakan nasihat kepada kapitalis-materialis Qarun yang hidup dizaman Nabi Musa a.s, yang Allah ceritakan kembali kepada ummat Muhammad SAW untuk menjadi pelajaran dalam melakukan semua aktifitas guna memenuhi kebutuhan hidup. Qarun congkak dan menganggap remeh investasi ukhrawi. Namun dalam kenyataan kita masyarakat Aceh yang kuat Islamnya masih banyak abai pada peringatan Allah dan Rasul dengan memisahkan antara urusan dunia dengan akhirat sehingga enggan meninggalkan prilaku bisnis yang dilarang Syari’at.

Para pedagang sering memamfa’atkan kesempitan/kelemahan konsumen untuk mendapat keuntungan bisnis dunia. Ini sangat merisaukan! Para pedagang menyembunyikan cacat barang. Misalnya menjajakan makanan/obat-obatan yang sudah kadaluarsa, maupun memalsukan makanan, mencampur dengan bahan-bahan berbahaya, seperti formalin, pewarna pakaian untuk menarik perhatian agar dagangan laku.
Demikian juga dengan barang-barang dagangan lain yang tidak segan-sagan para pedagang mereduksi/mengurangi jumlah, timbangan, kualitas termasuk memalsukan barang yang sangat merugikan konsumen. Tanpa prikemanusian para pedagang juga menipu, membujuk, merayu, menghipnotis, sampai pada tindakan mengancam, mengintimidasi pihak lain untuk menjual atau membeli sesuatu.

Dalam praktik kerjasama bisnis juga banyak tindakan yang dilarang Allah dan Rasul dipraktekkan. Mulai pengkhianatan mitra bisnis, penipuan, manipulasi, ingkar janji, tidak amanah dan lain sebagainya. Banyak usaha bisnis dikembangkan dengan sistim bunga atau riba sampai pada kecendrungan menempatkan si miskin pada posisi ketergantungan, seperti rentenir yang mememberi pinjaman saat menjelang lebaran dengan sistim bunga.

Urusan berbisnis tidak sampai disitu para politisi pun sibuk jual kecap alias kampanye meskipun ada himbauan untuk tidak melakukan kampanye dibulan suci ramadhan. Tapi ternyata libido politisi sepertinya sulit ditahan dengan memafa’atkan sms, dan media lainnya terus menjalankan bisnis jual kecap.
Ramadhan sejatinya menjadi madrasah bagi muslim melatih diri dengan menahan segala tindakan yang di larang Allah dan Rasul-Nya. Bukan berarti larut dalam dalam ibadah vertikal (hablumminallah) dengan meninggalkan ibadah horizontal (hablumminannas). Keduanya jangan dipisahkan sebab mu’amalah merupakan hubungan manusia dengan manusia dalam mengelola harta benda (bisnis) guna memenuhi kebutuhan hidup didunia guna mendapatkan kebahagian di akhirat.

Tujuan umum mu’amalah adalah untuk mewujudkan kemashlahatan ummat manusia, maka sejatinya para pedagang dapat meraih keuntungan dunia akhirat dalam bisnis dengan cara; Pertama, tidak memisahkan aktifitas bisnis dari nilai-nilai Tauhid. Artinya apapun jenis bisnis yang dilakukan senantiasa dalam rangka mengabdi kepada Allah. Karena Allah senantiasa mengontrol dan mengawasi seluruh aktivitas bisnis manusia.
Dan sesungguhnya bermu’amalah adalah bagian dari pengabdian (penghambaan) kepada Allah sebagaimana firman-Nya QS:Az-Zariat ayat; 56 “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. Bahkan Rasulullah menempatkan para pebisnis sejajar dengan syuhada (pejuang yang meninggal dijalan Allah). Sebagaimana sabdanya “ Seorang pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan dikumpulkan bersama para nabi, para shiddiq dan para syuhada…” (HR. at-Tirmidzi). 

Dalam hadis lain Rasul bersabda “Semoga Allah memberikan rahmatnya kepada orang yang sudah memberi kelonggaran kepada orang lain ketika menjual, membeli atau menagih hutang” (HR. Bukhari). Mulailah berdagang dengan niat mencari rizki yang diridhai Allah, tanamkan keinginan baik terhadap diri sendiri dengan menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan, memilihara diri dari kehinaan meminta-minta, menguatkan diri untuk melakukan ibadah kepada Allah, menjaga silaturahmi dan hubungan kerabat. Juga harus ada keinginan baik terhadap orang lain dengan ikut andil memenuhi kebutuhan masyarakat yang terhitung sebagai fardhu kifayah, ikut andil membebaskan ummat dari ketergantungan kepada orang lain.

Kedua, tidak memisahkan seluruh tindakan bisnis dengan nilai-nilai kemanusiaan dengan mengedepankan akhlak yang terpuji yaitu kejujuran, sikap amanah, suka menunaikan janji, bersikap konsekwen dalam membayar hutang dan memiliki toleransi dalam menagih hutang, memberi kelonggaran kepada orang yang berhutang dan kesulitan membayarnya, memahami kekurangan orang lain, memenuhi hak-hak orang lain, menghindari sikap menahan hak, menipu, manipulasi dan sejenisnya.

Karena akhlak yang baik adalah tulang punggung agama dan dunia.  Akhlak saudagar muslim berpengaruh amat besar dalam penyebaran Islam di berbagai belahan dunia. Islam tersebar melalui perantaraan para saudagar yang berdakwah, bukan da’i yang berniaga. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 183 “ katakanlah ucapan yang baik kepada manusia….”. Nabi bersabda “Dua orang yang melakukan aqad jual beli boleh saling menyatakan pilihan, sebelum mereka berpisah dari lokasi penjualan. Kalau keduanya jujur dan berterus terang jual beli mereka akan dipenuhi berkah. Kalau mereka berdusta dan saling menyembunyikan sesuatu, pasti dihapus keberkahan jual beli tersebut….(HR. Bukhari).

Ketiga, senantiasa mempertimbangkan kemashlahatan masyarakat atas kepentingan pribadi. Allah telah menghalalkan yang baik-baik kepada para hamba-Nya dan mengharamkan yang jelek-jelek (QS: al-A’raf ayat 157, Al-Maidah ayat 100). Seorang muslim tidak boleh lari dari yang dihalalkan Allah untuk mendapatkan keuntungan dengan mengejar yang diharamkan Allah. Ditangan pengusaha muslimlah harta tidak akan berubah menjadi alat perusak kehidupan masyarakat, menghancurkan rumah yang sejahtera, dan merusakkan generasi yang dilahirkan.

Maka hindari memakan harta orang lain dengan cara haram. Kehormatan harta seorang muslim seperti kehormatan darahnya. Harta seorang muslim haram untuk diambil kecuali dengan kerelaan hatinya. QS. An-Nisa’ ayat 29 dan Al-Baqarah ayat 188. Rasulullah SAW bersabda “Janganlah diantara kalian menjual sesuatu yang masih dalam proses jual beli dengan orang lain” (HR. Buhkari Muslim). “Tidak ada yang menimbun kecuali ahli maksiat” (HR. Muslim). “Barang siapa yang bersumpah untuk mendapatkan harta seorang muslim dengan cara haram, ia akan bertemu dengan Allah dan Allah dalam keadaan murka” (HR. Muslim).

Keempat, menegakkan prinsip-prinsip kesamaan hak dan kewajiban di antara sesama manusia. Maka  mempelajari hukum-hukum dan adab mu’amalah Islam penting untuk mendapatkan berkah dalam usaha bisnis. Umar ibn Khathab pernah mengeluarkan orang dari pasar karena tidak mengerti hukum jual-beli.

Rasulullah Saw beserta para sahabat telah memberikan teladan bagaimana menyeimbangkan kegiatan ibadah langsung kepada Allah Swt dengan urusan bisnis (mu'amalah). Dengan managemen waktu dan sistem prioritas yang prima, kedua jenis ibadah tersebut tidak saling menghambat bahkan saling memperkuat. Bahkan bisnis di bulan Ramadhan bisa dijadikan momentum untuk meraih keberkahan di dunia dan akherat, baik bagi diri, keluarga dan lingkungan, sebagaimana yang ditekankan dalam prinsip ekonomi Islam. Sehingga pertimbangan aspek halal-haram dan manfaat-mudharat harus selalu menjadi pijakan dalam seluruh keputusan bisnis. 

Dalam prinsip Ekonomi Islam tidak hanya harta yang harus ditumbuhkembangkan, namun keselamatan agama, jiwa, akal dan kehormatan/keturunan juga harus diperhitungkan dengan cermat. Untuk meraih keberkahan keuntungan bisnis Islam menekankan untuk selalu menghindar dari maisyir (spekulasi/judi), gharar (ketidakjelasan), riba, dan transaksi yang mengandung unsur kezaliman dan maksiat. Mudah-mudahan berbisnis dibulan ramadhan mampu melipatgandakan keuntungan dunia dan akhirat sekaligus. Wallahu’alam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar