SATU persoalan penting dalam Islam yang kurang mendapat perhatian adalah
kebijakan publik yang beorientasi syariah (shari’ah public policy
oriented). Khususnya di Aceh yang kerap dijuluki sebagai bumi Serambi
Mekkah dengan komitmen yang kuat untuk menerapkan prinsip-prinsip ajaran
Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Istilah dan konsep maqashid
syari’ah yang menjadi satu pilar penting dalam merumuskan kebijakan
publik dalam Islam masih sangat asing pada sebagian besar Muslim.
Setidaknya hal ini dapat diketahui ketika saya menyebarkan survey
tentang belanja publik (public expenditure) yang berorientasi syariah di
Aceh di kalangan mahasiswa dan dosen tampak istilah tersebut masih
sangat tidak familiar bahkan asing.
Kebijakan publik yang
berorientasi syariah adalah kebijakan umum yang melahirkan kemaslahatan
atau kesejahteraan rakyat dengan pilar utama terpenuhinya tujuan syariah
(maqashid syari’ah). Untuk mencapai tujuan tersebut para ilmuwan dan
cedikiawan Muslim klasik seperti Imam Al-Ghazali, Imam Asy-Syatibi,
menekankan pada pentingnya terpenuhinya pilar maqashid shari’ah dalam
seluruh kebijakan umum yang dilahirkan oleh para pemimpin (ulil amri)
atau pemerintah Islam.
Kedua imam tersebut membagi maqashid
syari’ah dalam tiga level, yaitu: Pertama, dharuriyah atau kebutuhan
pokok manusia yang jika tidak dipenuhi akan menyebabkan kerusakan,
kesengsaraan di dunia dan akhirat. Kebutuhan tersebut adalah
terpeliharanya agama (hifzud-dien), jiwa (hifzun-nafs), akal
(hifzul-‘aqal), keturunan (hifzun-nasb), dan harta (hifzul-maal);
Kedua,
hajjiah atau kebutuhan sekunder untuk menopang kebutuhan dharuriyah
seperti perlunya badan yang mengawasi kebijakan agar dapat berjalan
sesuai tujuan dan untuk mempermudah tercapainya kemaslahatan hidup, dan
menanggulangi kesulitan atau penyelewengan, dan; Ketiga, tahsiniyyah,
yaitu pemenuhan kebutuhan yang dapat memperindah, suasana yang nyaman di
mana syariah menjamin bagi pemanfaatan keindahan dan kenyamanan.
Dalam
hal kebijakan publik dapat disebutkan pemberian fasilitas bagi pejabat
pelaksana kebijakan. Level kedua dan ketiga hanya untuk memperkuat
terpenuhinya capaian level pertama yang bersifat pokok dan boleh tidak
dipenuhi jika dianggap mengurangi pemenuhan kebutuhan pertama. Kebijakan
publik yang beorientasi syariah, tujuan utamanya untuk terjaminnya
pemeliharaan ketiga level mashalahah tersebut. Dengan fokus utamanya
pada lima kebutuhan pokok manusia yaitu terpeliharanya agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta.
Berorientasi syariah
Dari
survey singkat menunjukkan 99 persen setuju bahwa kebijakan publik
pemerintah Aceh harus berorientasi pada tujuan syariah: Pertama,
kebijakan pemerintah Aceh harus memberi perlindungan agama dengan
menjamin setiap masyarakat dapat menjalankan ajaran Islam dalam seluruh
aspek kehidupannya. Hal ini tidak hanya terbatas pada program Dinas
Syariat Islam, namun juga mencakup program pendidikan, kesehatan,
ekonomi, pelayanan publik, jaminan sosial, lingkungan, pariwisata,
budaya, perumahan dan fasilitas infrastruktur mampu memberi dampak pada
peningkatan dan penguatan moral masyarakat Aceh;
Kedua, seluruh
kebijakan publik mampu memberi perlindungan terhadap jiwa mulai dari
terpenuhinya rasa aman, nyaman dalam seluruh lapisan masyarakat. Belanja
publik pada bidang ini diarahkan pada penegakan hukum yang adil bagi
seluruh rakyat. Setiap orang yang diduga bersalah mendapatkan advokasi
yang layak untuk mendapatkan pembelaan hukum secara adil. Kebijakan yang
berorientasi pada perlindungan jiwa akan mengantarkan pada perlindungan
dan jaminan sosial masyarakat;
Ketiga, kebijakan publik yang
berorientasi pada perlindungan keturunan dengan anggaran belanja publik
dapat memenuhi kebutuhan setiap warga membentuk keluarga yang sah
menurut Islam. Seperti biaya pernikakan yang murah, standar mahar yang
mampu terjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga tidak ada kasus
perzinahan hanya karena tidak mampu menikah bagi yang sudah dewasa.
Sehingga setiap manusia yang lahir terjamin hak-haknya mendapatkan nasab
yang sah bukan anak zina yang terputus nasabnya. Kebijakan publik
lainnya yang dapat member perlindungan keturunan adalah terjaminnya
kebutuhan generasi mendatang dalam setiap kebijakannya. Eksploitasi
sumber daya alam secara berlebihan akan mengancam generasi di masa
mendatang mesti dihentikan;
Keempat, kebijakan publik mesti
berorientasi pada perlindungan akal dengan belanja publik pemerintah
menjamin setiap individu mendapatkan hak-hak pendidikannya dari sejak
usia dini sampai universitas. Dari aspek lainnya adalah memastikan tidak
ada peredaran narkoba, miras, pornografi dan lainnya yang dapat merusak
akal manusia di tengah masyarakat;
Kelima, kebijakan publik yang
berorientasi pada perlindungan harta belanja publik pemerintah dapat
memastikan pemerataan pertumbuhan ekonomi di tengah masyarakat.
Penguasaan aset dan kekayaan oleh segelintir kelompok serta tidak
dilaksanakannya zakat merupakan kebijakan yang dapat menambah
kesenjangan yang bisa berdampak pada kerusakan dan keburukan. Jika pilar
maqashid syari’ah diabaikan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik maka akan terjadi kehidupan yang timpang, semerawut dan
kesengsaraan.
Kebijakan anggaran
Kebijakan publik
syariah sangat penting dilakukan oleh pemerintah Aceh dalam menata dan
mengelola anggaran belanja publik Aceh sehingga akan bergerak pada arah
kesejahteraan dan kemakmuran yang berkeadilan. Keunggulan dari shariah
public policy oriented adalah untuk menjamin terpenuhinya dimensi
manfaat dan dimensi berkah dalam pembangunan.
Dimensi manfaat
merujuk pada manfaat ekonomi yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat secara merata dan berkeadilan. Sementara dimensi berkah
merujuk pada kualitas dari pembangunan Aceh yang melahirkan ketenangan,
ketenteraman, dan keamanan sosial.
Dapat disimpulkan bahwa
kebijakan publik yang dituangkan dalam belanja pemerintah Aceh yang
berorientasi syariah akan berdampak pada keberkahan pembangunan, di
samping peningkatan kesejahteraan materi juga penguatan moralitas dan
kualitas ketaatan masyarakat terhadap ketentuan Allah swt. Kemakmuran
yang dicapai tidak semata-mata hanya meningkatkan pendapatan materi
namun juga melahirkan masyarakat yang ber-akhlaqul karimah.
Sebaliknya
kebijakan yang hanya berorientasi pada pencapaian kemewahan materi akan
menciptakan ketimpangan. Maka untuk mencapai kemaslahatan dunia dan
akhirat kebijakan publik pemerintah Aceh di bawah komando “Doto” Zaini
Abdullah dan “Muallem” Muzakir Manaf harus dapat merealisasikan dengan
baik pilar maqashid syari’ah. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar