Senin, 13 Agustus 2012

Orientasi Kebijakan Publik Syariah

SATU persoalan penting dalam Islam yang kurang mendapat perhatian adalah kebijakan publik yang beorientasi syariah (shari’ah public policy oriented). Khususnya di Aceh yang kerap dijuluki sebagai bumi Serambi Mekkah dengan komitmen yang kuat untuk menerapkan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Istilah dan konsep maqashid syari’ah yang menjadi satu pilar penting dalam merumuskan kebijakan publik dalam Islam masih sangat asing pada sebagian besar Muslim. Setidaknya hal ini dapat diketahui ketika saya menyebarkan survey tentang belanja publik (public expenditure) yang berorientasi syariah di Aceh di kalangan mahasiswa dan dosen tampak istilah tersebut masih sangat tidak familiar bahkan asing.


Kebijakan publik yang berorientasi syariah adalah kebijakan umum yang melahirkan kemaslahatan atau kesejahteraan rakyat dengan pilar utama terpenuhinya tujuan syariah (maqashid syari’ah). Untuk mencapai tujuan tersebut para ilmuwan dan cedikiawan Muslim klasik seperti Imam Al-Ghazali, Imam Asy-Syatibi, menekankan pada pentingnya terpenuhinya pilar maqashid shari’ah dalam seluruh kebijakan umum yang dilahirkan oleh para pemimpin (ulil amri) atau pemerintah Islam.

Kedua imam tersebut membagi maqashid syari’ah dalam tiga level, yaitu: Pertama, dharuriyah atau kebutuhan pokok manusia yang jika tidak dipenuhi akan menyebabkan kerusakan, kesengsaraan di dunia dan akhirat. Kebutuhan tersebut adalah terpeliharanya agama (hifzud-dien), jiwa (hifzun-nafs), akal (hifzul-‘aqal), keturunan (hifzun-nasb), dan harta (hifzul-maal);

Kedua, hajjiah atau kebutuhan sekunder untuk menopang kebutuhan dharuriyah seperti perlunya badan yang mengawasi kebijakan agar dapat berjalan sesuai tujuan dan untuk mempermudah tercapainya kemaslahatan hidup, dan menanggulangi kesulitan atau penyelewengan, dan; Ketiga, tahsiniyyah, yaitu pemenuhan kebutuhan yang dapat memperindah, suasana yang nyaman di mana syariah menjamin bagi pemanfaatan keindahan dan kenyamanan.

Dalam hal kebijakan publik dapat disebutkan pemberian fasilitas bagi pejabat pelaksana kebijakan. Level kedua dan ketiga hanya untuk memperkuat terpenuhinya capaian level pertama yang bersifat pokok dan boleh tidak dipenuhi jika dianggap mengurangi pemenuhan kebutuhan pertama. Kebijakan publik yang beorientasi syariah, tujuan utamanya untuk terjaminnya pemeliharaan ketiga level mashalahah tersebut. Dengan fokus utamanya pada lima kebutuhan pokok manusia yaitu terpeliharanya agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

 Berorientasi syariah
Dari survey singkat menunjukkan 99 persen setuju bahwa kebijakan publik pemerintah Aceh harus berorientasi pada tujuan syariah: Pertama, kebijakan pemerintah Aceh harus memberi perlindungan agama dengan menjamin setiap masyarakat dapat menjalankan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupannya. Hal ini tidak hanya terbatas pada program Dinas Syariat Islam, namun juga mencakup program pendidikan, kesehatan, ekonomi, pelayanan publik, jaminan sosial, lingkungan, pariwisata, budaya, perumahan dan fasilitas infrastruktur mampu memberi dampak pada peningkatan dan penguatan moral masyarakat Aceh;

Kedua, seluruh kebijakan publik mampu memberi perlindungan terhadap jiwa mulai dari terpenuhinya rasa aman, nyaman dalam seluruh lapisan masyarakat. Belanja publik pada bidang ini diarahkan pada penegakan hukum yang adil bagi seluruh rakyat. Setiap orang yang diduga bersalah mendapatkan advokasi yang layak untuk mendapatkan pembelaan hukum secara adil. Kebijakan yang berorientasi pada perlindungan jiwa akan mengantarkan pada perlindungan dan jaminan sosial masyarakat;

Ketiga, kebijakan publik yang berorientasi pada perlindungan keturunan dengan anggaran belanja publik dapat memenuhi kebutuhan setiap warga membentuk keluarga yang sah menurut Islam. Seperti biaya pernikakan yang murah, standar mahar yang mampu terjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga tidak ada kasus perzinahan hanya karena tidak mampu menikah bagi yang sudah dewasa. Sehingga setiap manusia yang lahir terjamin hak-haknya mendapatkan nasab yang sah bukan anak zina yang terputus nasabnya. Kebijakan publik lainnya yang dapat member perlindungan keturunan adalah terjaminnya kebutuhan generasi mendatang dalam setiap kebijakannya. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan akan mengancam generasi di masa mendatang mesti dihentikan;

Keempat, kebijakan publik mesti berorientasi pada perlindungan akal dengan belanja publik pemerintah menjamin setiap individu mendapatkan hak-hak pendidikannya dari sejak usia dini sampai universitas. Dari aspek lainnya adalah memastikan tidak ada peredaran narkoba, miras, pornografi dan lainnya yang dapat merusak akal manusia di tengah masyarakat;

Kelima, kebijakan publik yang berorientasi pada perlindungan harta belanja publik pemerintah dapat memastikan pemerataan pertumbuhan ekonomi di tengah masyarakat. Penguasaan aset dan kekayaan oleh segelintir kelompok serta tidak dilaksanakannya zakat merupakan kebijakan yang dapat menambah kesenjangan yang bisa berdampak pada kerusakan dan keburukan. Jika pilar maqashid syari’ah diabaikan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik maka akan terjadi kehidupan yang timpang, semerawut dan kesengsaraan.

 Kebijakan anggaran

Kebijakan publik syariah sangat penting dilakukan oleh pemerintah Aceh dalam menata dan mengelola anggaran belanja publik Aceh sehingga akan bergerak pada arah kesejahteraan dan kemakmuran yang berkeadilan. Keunggulan dari shariah public policy oriented adalah untuk menjamin terpenuhinya dimensi manfaat dan dimensi berkah dalam pembangunan.

Dimensi manfaat merujuk pada manfaat ekonomi yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara merata dan berkeadilan. Sementara dimensi berkah merujuk pada kualitas dari pembangunan Aceh yang melahirkan ketenangan, ketenteraman, dan keamanan sosial.

Dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik yang dituangkan dalam belanja pemerintah Aceh yang berorientasi syariah akan berdampak pada keberkahan pembangunan, di samping peningkatan kesejahteraan materi juga penguatan moralitas dan kualitas ketaatan masyarakat terhadap ketentuan Allah swt. Kemakmuran yang dicapai tidak semata-mata hanya meningkatkan pendapatan materi namun juga melahirkan masyarakat yang ber-akhlaqul karimah.

Sebaliknya kebijakan yang hanya berorientasi pada pencapaian kemewahan materi akan menciptakan ketimpangan. Maka untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat kebijakan publik pemerintah Aceh di bawah komando “Doto” Zaini Abdullah dan “Muallem” Muzakir Manaf harus dapat merealisasikan dengan baik pilar maqashid syari’ah. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar